Entri Populer

Kategori

Buku Tamu

Diberdayakan oleh Blogger.
Senin, 20 Agustus 2012
3.1       Pengantar
          Pilihan kata sering disebut pula dengan diksi. Dalam karang-mengarang, pemilihan kata merupakan satu unsur penting, demikian juga dalam bertutur sapa setiap hari. Dalam bahasa mana pun, gagasan, pikiran/konsep diwujudkan dalam bentuk kata atau rangkaian kata-kata. Oleh karena itu, untuk dapat menguasai suatu bahasa seseorang harus menguasai sejumlah kata di dalam bahasa tersebut. Ini tidak berarti bahwa dengan menguasai kata-kata di dalam suatu bahasa, seseorang telah menguasai bahasa itu. Dalam pelaksanaannya, kata-kata itu tidak dipergunakan secara sewenang-wenang. Ada kaidah-kaidah yang harus diikuti. Sebagai unsur bahasa, kata-kata mengandung kelemahan, yaitu kerap kali dapat ditafsirkan dengan berbagai cara. Oleh karena itu, Anda harus berhati-hati dalam mempergunakan kata-kata, terutama di dalam tulisan. Jika tidak, maka mungkin terjadi kesalahpahaman karena tafsiran pembaca berbeda dengan apa yang dimaksudkan dengan tulisan anda tersebut.    
          Sehubungan dengan hal di atas, perlu diingat bahwa penulisan yang dipelajari melalui mata kuliah Bahasa Indonesia ini, ialah penulisan karangan formal (ilmiah). Di dalam karangan formal, kata-kata yang dipergunakan harus formal bentuknya dan dipergunakan secara tepat asas (konsisten), artinya dengan cara penulisan dan makna yang tetap dan jelas.
          Sehubungan dengan syarat ketepatan itu, kerap kali seseorang harus menjelaskan makna kata yang dipakai. Untuk menjelaskan makna suatu kata, ada beberapa cara. Pertama, dengan menunjukkan benda yang dilambangkan kata itu. Jika seorang anak kecil bertanya kepada bapaknya, apa arti “kuda”, tentunya bapaknya tidak akan memberikan uraian panjang lebar mengenai kuda. Cara yang paling tepat ialah dengan menunjukkan gambar kuda atau membawa anak itu ke kebun binatang. Tentu saja penunjukkan secara itu tidak selalu dapat ditempuh. Bagaimana anda dapat menjelaskan makna kata-kata seperti cerdas, ketepatan, dan sebagainya. Beberapa cara lain untuk menjelaskan makna ialah dengan memberikan kata lain, menterjemahkan, atau memberikan definisi.
          Modul pilihan kata ini memberikan penjelasan, bagaimana memilih kata-kata untuk tulisan Anda dan bagaimana cara memberikan konsep-konsep definisi yang akan Anda bahas. Agar Anda dapat mempergunakan kata-kata serta membuat definisi dengan benar dan baik, pegunakanlah kamus/ensiklopedia dan pedoman pembentukan istilah (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1976).
Penguasaan mengenai pokok bahasan dalam modul ini akan sangat berguna dalam menyelesaikan tugas-tugas sehubungan dengan kalimat efektif, paragraf, dan pengembangan karangan. Oleh karena itu, pelajarilah modul ini sungguh-sungguh.

3.2       Standar Kompetensi

          Setelah mempelajari modul ini diharapkan mahasiswa mampu memilih dan mendefinisikan kata-kata secara tepat dalam tulisan:   
1.     Dapat mengetahui ragam baku dan ragam yang tidak baku
2.     Mampu memilih kata-kata dalam kalimat sesuai dengan kaidah makna
3.     Dapat memilih kata-kata dalam kalimat sesuai dengan kaidah kalimat
4.     Dapat mempergunakan kata-kata sesuai dengan kaidah sosial
5.     Dapat menggunakan kata-kata sesuai dengan kaidah karang-mengarang.
Kaidah-kaidah ini saling mendukung sehingga karangan atau tuturan anda berbobot dan bernilai.

3.3       Materi

3.3.1    Ragam Bahasa

          Ragam bahasa adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk menunjuk salah satu dari sekian variasi yang terdapat dalam pemakaian bahasa. Sedangkan variasi itu timbul karena kebutuhan penutur akan adanya alat komunikasi yang sesuai dengan situasi dalam konteks sosialnya. Adanya berbagai variasi menunjukkan bahwa pemakaian bahasa (tutur) itu bersifat aneka ragam (hitoregen).
          Keanekaragaman pemakaian bahasa merupakan sesuatu yang dapat menimbulkan kecenderungan ke arah ketidaktentuan bahasa sebagai sistem. Setiap penutur seakan-akan dapat menciptakan “sistem bahasa” menurut kemauannya. Oleh karena itu, untuk menjaga terpeliharanya bahasa sebagai sistem yang utuh dan mantap, maka dianggap perlu menetapkan salah satu variasi yang terdapat dalam bahasa sebagai ragam bakunya. Dengan ragam bahasa baku diperkirakan komunikasi komunikasi dapat dilaksanakan lebih efektif dan efisien.
          Ragam baku adalah ragam yang dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar warga masyarakat pemakainya sebagai bahasa resmi dan sebagai kerangka rujukan norma bahasa dan penggunaannya. Sebaliknya, ragam tidak baku adalah ragam yang tidak dilembagakan dan ditandai oleh penyimpangan dari norma bahasa baku.
          Perhatikan pasangan-pasangan berikut:
          Baku                                                 Tidak Baku
(1) kaidah                      -                            kaedah
(2) ke mana                    -                            kemana
(3) tidak                         -                            enggak
(4) berkata                     -                            ngomong
(5) membuat                            -                            bikin
(6) mengapa                            -                            kenapa, ngapain
(7) beri                                     -                            kasih
(8) boleh                        -                            bole
(9) memikirkan              -                            mikirin

          Ragam baku dipergunakan di dalam tulisan-tulisan formal: peraturan pemerintah, undang-undang, surat dinas, buku teks, majalah/berkala resmi, berbagai makalah ilmiah, dan sebagainya. Ragam inilah yang harus lebih diperhatikan, karena ragam tulisan yang anda pelajari adalah ragam tulisan formal.
          Dipandang dari kesatuan dasarnya, bahasa Indonesia terdiri dari ragam lisan dan ragam tulisan. Kesatuan ragam lisan adalah bunyi bahasa dan ciri-ciri prosodi, seperti tekanan dan intonasi. Sedangkan, kesatuan dasar ragam tulis adalah huruf, tanda baca, dan lambang lain, seperti lambang fonetik dan lambang kimia. 

3.3.2    Pilihan Kata

3.3.2.1 Kaidah Sintaksis Bahasa

Pilihan kata berhubungan erat dengan masalah kaidah sintaksis bahasa, karena kata-kata mempunyai konteks. Artinya, makna kata-kata dibatasi oleh kelompoknya di dalam suatu kalimat sehingga kerap kali kita dapat menerka makna suatu kata yang baru ditemui, yang dipergunakan di dalam kalimat.
Di dalam menulis, anda harus berhati-hati memilih kata-kata yang bersinonim, sebab adakalanya kata-kata itu mempunyai perbedaan arti yang besar jika dipergunakan dalam konteks tertentu. Pergunakanlah kata-kata sesuai dengan kelompoknya dalam kalimat. Dengan demikian, untuk dapat melakukan pilihan kata yang sesuai dengan kaidah sintaksis, maka perlu diperhatikan tiga hal, yakni (a) tepat; (b) saksama; (c) lazim.
Tepat, maksudnya adalah pemilihan dan penempatan kata harus sesuai dengan kelompoknya dalam sintaksis. Pemilihan dan penempatan kata ini tentu saja berhubungan dengan unsur kelaziman. Unsur ini tidak menghilangkan kemungkinan adanya pembentukan kelompok baru atau pembentukan baru.
Saksama, maksudnya makna katanya benar dan sesuai dengan yang hendak dikatakan. Unsur ini berhubungan pula dengan kaidah makna. Pengertian saksama di sini lebih ditekankan pada unsur sintaksisnya. Dalam hubungan ini terpautlah pengertian sinonim, homonim, antonim, polisemi dan hiponim.
Lazim, maksudnya bahwa dalam kaidah sintaksis ini berarti kata itu sudah menjadi milik Bahasa Indonesia. Kelompok kata atau pengelompokan kata seperti itu memang sudah lazim dan dibiasakan dalam Bahasa Indonesia. Misalnya: kata besar, agung, raya, tinggi dapat dikatakan sinonim, hampir bersamaan atau hampir sama makna mereka. Kita dapat mengatakan hari raya, hari besar (tepat dan lazim). Akan tetapi, kita tidak dapat mengatakan hari tinggi. Apalagi jaksa agung diganti dengan jaksa raya ( tidak saksama dan tidak lazim )
Kata makan dan santap adalah sinonim. Akan tetapi, orang belum dapat mengatakan anjing bersantap sebagai sinonim anjing makan. Kalimat tersebut secara sintaksis tepat, tetapi tidak saksama dan tidak lazim dari sudut makna dan pemakaiannya.

3.3.2.2 Diksi yang Sesuai dengan Kaidah Makna

          Kata merupakan salah satu unsur dasar bahasa yang sangat penting, karena dengan kata-kata kita berpikir, menyatakan perasaan, serta gagasan. Dengan kata-kata orang menjalin persahabatan, dua bangsa melakukan perjanjian perdamaian dan kerja sama. Namun, dengan kata-kata pula mungkin suatu pertengkaran bahkan peperangan dimulai.
          Memilih kata yang tepat untuk menyampaikan gagasan, terutama melalui tulisan, merupakan suatu pekerjaan yang cukup sulit. Bahkan seorang novelis bangsa Amerika menganggap sebagaian bagian tersulit dalam proses penulisan.
          Suatu karangan merupakan media komunikasi antara penulis dan pembaca. Akan tetapi, komunikasi tersebut hanya akan berlangsung dengan baik selama pembaca mengartikan kata/rangkaian kata-kata sesuai dengan maksud penulis. Jika pembaca mempunyai tafsiran yang berbeda dengan tafsiran penulis tentang kata atau rangkaian kata-kata yang dipakai, komunikasi itu akan terputus. Terjadilah salah faham, kesenjangan komunikasi, dan sebagainya yang mungkin juga pernah kita alami. Oleh karena itu, berhati-hatilah dalam memilih kata-kata yang akan dipergunakan di dalam tulisan.      
          Dalam memilih kata-kata, ada dua persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu persyaratan ketepatan dan kesesuaian. Tepat, artinya kata-kata yang dipilih dapat mengungkapkan dengan tepat apa yang ingin diungkapkan. Di samping itu, ungkapan itu juga harus dapat dipahami oleh pembaca dengan tepat; artinya, tafsiran pembaca sesuai dengan apa yang dimaksudkan. Persyaratan kesesuaian menuntut kecocokan antara kata-kata yang dipakai dengan kesempatan dan keadaan pembaca.
          Dengan kata lain, agar dapat memilih kata dengan tepat, pertimbangkan dengan cermat gagasan-gagasan yang ingin dikemukakan, kepada siapa, dalam situasi bagaimana, di mana, dengan tujuan apa, dan dalam rangka apa.
          Kata merupakan lambang obyek, pengertian atau konsep. Hubungan antara suatu kata – sebagai lambang dengan obyek, konsep, atau makna yang didukungnya dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambaran yang ditimbulkan oleh
Kata tersebut (referensi)



 






                       
Kata                                                  benda/konsep yang
          (simbol)                                             didukung (referen)

Dengan demikian, hubungan antara kata katak dengan maknanya dapat digambarkan sebagai berikut:
Hewan amfibi pemakan nyamuk
suka meloncat
menjijikkan


 







                                               
[k a t a k]
 
                                                                               
Perlu dikemukakan bahwa referensi pada individu-individu mungkin berbeda, sesuai dengan pengalaman dan pengetahuan masing-masing. Kaidah makna mengacu kepada persyaratan ketepatan pemilihan kata sebagai lambang obyek, pengertian, atau konsep. 
Perbedaan makna sebuah kata dapat bertumpang tindih. Makna dari kata Bahasa Indonesia dapat mengalami berbagai macam perubahan dengan pengalaman, sejarah, tujuan dan perasaan pemakai bahasa yang bersangkutan. Pada abad ke-20 ini, makna kata sudah mengarah kepada situasi berdasarkan profesi pemakai bahasa. alaupun demikian untuk tidak membuat kesalahan dalam diksi, kita perlu megetahui makna dasar sebuah kata. Hal ini cukup menyulitkan juga. Pada suatu saat orang tidak dapat membedakan lagi makna dasar dan makna yang telah mengalami perjalanan sejarah, pengalaman pribadi, perbedaan lingkungan, perbedaan profesi, tujuan, perasaan perbedaan –perbedaan nilai makna. Telah disepakati bahwa penentuan makna dasar sebuah kata kita serahkan pada seorang leksikograf (penulis kamus) dan kita percaya bahwa kamus sebagai penyimpan perekam makna dasar sebuah bahasa. Makna dasar itu disebut denotasi. Sedangkan makna-makna yang lain kita golongkan dalam makna asosiatif atau terkadang disebut pula konotasi.
a.     Denotasi
          Suatu kata kerapkali tidak hanya mendukung satu konsep atau obyek (referen) saja, melainkan juga menimbulkan asosiasi dengan sesuatu. Denotasi adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit. Makna wajar ini berarti sesuai dengan apa adanya, makna yang sesuai dengan hasil observasi, hasil diukur, dibataskan, denotasi adalah pengertian yang dikandung sebuah kata secara objektif. Sering pula makna denotatif disebut makna konseptual. Dalam pekerjaan ilmiah atau karangan argumentasi, deskriptif atau ekspositoris perlu sekali dipertahankan makna-makna denotatif atau konseptual. Penilaian emosional dan subjektif perlu dihindarkan. Misalnya:
a.     Wanita dan perempuan secara konseptual sama maknanya.
b.     Gadis dan perawan secara denotatif sama maknanya.
c.      Kumpulan, rombongan, gerombolan secara konseptual sama maknanya.
d.     Istri dan bini secara konseptual sama maknanya.
 Untuk lebih jelas, perhatikan kalimat-kalimat di bawah ini:
1)  Ayahnya pekerja kantor itu
2)    Ayahnya pegawai kantor
Baik kata pekerja maupun pegawai menunjuk kepada seseorang yang bekerja untuk suatu kantor, perusahaan, dan sebagainya. Namun, dalam pemakaiannya kata pegawai mengandung nilai lebih terhormat daripada kata pekerja. Perhatikan pula kata mati dan gugur. Keduanya berarti hilangnya kehidupan dari badan (organisme). Dalam hal ini, kata gugur selalu dikaitkan dengan pahlawan atau pejuang.
Konsep dasar yang didukung oleh suatu kata (makna konseptual, referen) disebut denotasi. Sedangkan nilai rasa atau gambaran tambahan yang ada di samping denotasi tersebut disebut konotasi. Nilai kata yang diberikan oleh masyarakat bermacam-macam: tinggi, baik, sopan, lucu, biasa, rendah, kotor, porno, sakral. Nilai suatu kata ditentukan oleh masyarakat pemakai bahasa yang bersangkutan. Nilai itu mungkin bersifat positif (tinggi, menyenangkan, baik, sopan, sakral) atau negatif (rendah, menjengkelkan, kotor, porno). Kata-kata seperti karyawan, karya, manajer, wisma, dinilai tinggi, sedangkan kata-kata seperti buruh, mampus, tampang, dan gubuk dihubungkan dengan sesuatu yang tidak menyenangkan atau tidak baik.
Nilai kata dapat juga bersifat perseorangan. Kata surat yang bagi kebanyakan orang tidak bernilai apa-apa (denotatif) bagi seseorang mungkin mengandung nilai negatif. Hal ini terjadi mungkin karena pengalaman pribadinya.
Dalam penulisan, yang perlu diperhatikan adalah konotasi sosial. Agar dapat menyatakan gagasan dengan tepat, seseorang penulis harus dapat memilih kata dengan konotasi yang tepat. Perlu ditekankan di sini bahwa kata-kata istilah ilmu tidak terikat nilai (bebas nilai), konotasi sosial. Agar dapat menyatakan gagasan  dengan tepat, seseorang penulis harus dapat memilih kata dengan konotasi yang tepat. Perlu ditentukan di sini bahwa kata-kata istilah ilmu tidak terikat nilai  (bebas nilai). F, fonem, moneter, H2O, sinar X, hipotesis, dan sebagainya dalam makalah ilmiah?
Makna kata yang dipilih dalam tulisan? Ini tergantung pada tujuan dan sifat tulisan itu. Jika ingin memaparkan sesuatu pembahasan ilmiah mengenai suatu masalah, maka karangan Anda terutama akan menggunakan kata-kata dengan makna denotatif, tetapi jika ingin membuat  suatu sanjak atau iklan, akan lebih banyak menggunakan kata dengan makna konotatif.
b.     Kata Abstrak dan Konkret
Kata-kata abstrak ialah kata-kata yang mempunyai referen berupa konsep, sedangkan kata-kata konkret mempunyai referen berupa obyek yang dapat dilihat, didengar, diraba, atau dirasakan. Kata-kata abstrak lebih sulit dipahami daripada kata-kata konkret; untuk menjelaskannya, kerapkali diperlukan definisi yang panjang (luas). Bandingkan kata-kata bunga, pohon, kucing, dan bambu, dengan kata-kata penyesalan, ketahanan nasional, demokrasi, dan kecerdasan.
          Dalam tulisan, sebaiknya tidak terlalu banyak menggunakan kata-kata abstrak. Pergunakanlah kata-kata konkret sebanyak mungkin, agar tulisan menjadi lebih jelas. Ini tidak berarti bahwa kata-kata abstrak tidak boleh digunakan. Kata-kata tersebut masih tetap diperlukan terutama dalam membuat generalisasi. Kadang-kadang suatu uraian dimulai dengan konsep yang abstrak, kemudian dijelaskan dengan kata-kata yang lebih konkret.
Contoh: Keadaan kesehatan anak-anak di desa sangat buruk. Banyak yang menderita malaria, radang paru-paru, cacingan, dan kueskiorkor.
c.      Kata Umum dan Kata Khusus
Kata umum dibedakan dari kata khusus berdasarkan ruang lingkungannya.
Makin luas rung lingkup suatu kata, makin umum sifatnya. Sebaliknya, makin sempit ruang lingkup, makin khusus sifatnya. Kata-kata abstrak biasanya merupakan kata umum; tetapi kata umum tidak selalu abstrak. Kata konkret lebih khusus daripada kata abstrak. Tingkat keumuman kata itu dapat digambarkan sebagai suatu piramida terbalik.
Keadaan
Abstrak
Umum                                                        Kesehatan
Luas                                                  
Penyakit

Malaria
                             Konkret
Khusus                 Tropika
Sempit 
          Perhatikan bahwa makin umum suatu kata makin banyak kemungkinan salah paham atau perbedaan tafsiran. Sebaliknya makin khusus, makin sempit ruang lingkupnya, makin sedikit kemungkinan terjadi salah paham. Dengan kata lain, makin khusus kata yang dipakai, makin dekat penulis kepada ketepatan pilihan katanya. Namun demikian, suatu kata khusus/konkret masih juga menimbulkan gambaran yang berbeda-beda pada beberapa individu, yaitu sesuai dengan pengalaman atau pengetahuan masing-masing sehubungan dengan kata tersebut. Keumuman/ kekhususan kata dapat pula ditinjau dari kemungkinan hubungannya dengan kata-kata lain. Ada kata-kata yang mempunyai hubungan luas, ada pula kata-kata yang mempunyai hubungan sempit/terbatas, bahkan khusus (unik). Perhatikan pasangan kata-kata berikut:
          I                                          II
1)  besar                         - kolosal, akbar
2)  kecil                          - mikro, minor
3)  pemimpin                           - direktur, dirijen
4)  runcing                     - mancung
5)  bergelombang           -  keriting
6)  kumpulan                           -  himpunan
7)  memasak                            -  menanak
8)  campuran                           - ramuan
9)  potong                      -  tebang
10) peraturan                          - hukum
          Yang termasuk juga ke dalam kelompok kata khusus ialah nama diri (Dedi, Nero, Anwar), nama-nama geografi (Krakatau, Banda Aceh, Salatiga), dan nama-nama indera (untuk peraba, halus, kasar, lembut, pengecap, manis, asam. Pedas, pendengaran, dengung, desis, debur, debar, penciuman, harum, apak, basi, penglihatan, silau, kemilau, pijar, kilat, kelap-kelip).
d.     Kata Populer dan Kata Kajian
Kata-kata seperti besar, pindah, kecil, batu, waktu, isi, bagian, harga dan lain-lain lebih dikenal masyarakat luas daripada kata-kata seperti makro, populer, transfer, minor, batuan, momentum, faktor, volume.
          Kelompok kata-kata yang pertama termasuk kata-kata populer. Kata-kata ini dipergunakan pada berbagai kesempatan dalam komunikasi sehari-hari di kalangan semua lapisan masyrakat. Sebagian besar kosa kata dalam semua bahasa berupa kata-kata populer.
          Kelompok kata yang lain hanya dikenal dan dipergunakan secara terbatas, dalam kesempatan-kesempatan tertentu. Kata-kata ini adalah kata-kata yang dipergunakan para ilmuwan dalam makalah atau perbincangan ilmiah. Banyak di antara kata-kata jenis ini merupakan kata-kata serapan atau kata-kata asing (Latin, Yunani, Inggris).
          Pembentukan kata-kata kajian dalam bahasa Indonesia dewasa ini, dilakukan secara sadar oleh suatu badan/komisi. Dalam hal ini ada beberapa ketentuan yang harus dipedomani.  Bandingkanlah pasangan kata-kata berikut:
       Populer                                                Kajian
1)  besar                                            - makro
2)  sejajar                                          - paralel
3)  isi                                                 - volume
4)  bagian                                          - suku cadang, unsur
5)  air                                                          - H2O
6)  hijau daun                                             - klorofil
7)  batasan                                        - definisi
8)  arang                                            - karbon
9)  sempurna                                              - tuntas
10) berbahaya                                             - rawan, kritis
11) wajar                                           - natural, lugu
12) tetap                                           - tepat asas, konsisten
13) bermakna                                             - siknifikan
14) tahap                                          - stadium
e.      Jargon, Kata Percakapan, dan Slang
          Dalam tulisan yang formal, hindarilah kata-kata yang termasuk jargon. Istilah ‘jargon’ mempunyai beberapa kata-kata teknis yang dipergunakan secara terbatas dalam bidang ilmu, profesi, atau kelompok tertentu. Kata-kata ini kerap kali merupakan kata sandi/kode rahasia untuk kalangan tertentu (dokter, militer, perkumpulan rahasia). Dalam percakapan informal, kaum terpelajar biasa menggunakan kata-kata percakapan. Kelompok kata-kata ini mencakup kata-kata populer, kata-kata kajian, dan slang yang hanya dipakai oleh kaum terpelajar. Contoh: sikon (situasi dan kondisi), pro dan kon (pro dan kontra), kep (kapten), dok (dokter), dan sebagainya.
          Pada waktu-waktu tertentu, banyak terdengar slang, yaitu kata-kata nonbaku yang dibentuk secara khas sebagai cetusan keinginan akan sesuatu yang baru. Kata-kata ini bersifat sementara: “kalau sudah terasa usang, hilang atau menjadi kata-kata biasa” (asoy, mana tahan, bahenol, selangit, dan sebagainya).
f.       Perubahan Makna
Dalam pemilihan kata-kata, Anda juga harus waspada karena makna kata itu kerap kali berubah atau bergeser. Perubahan ini dapat meluas atau menyempit, kadang-kadang berubah sama sekali. Kata ibu, dahulu hanya mengandung arti ‘wanita yang melahirkan’, sekarang menjadi kata umum untuk wanita yang sudah dewasa. Juga kata bapak, kakak, berlayar, kaisar, dan sebagainya. Sebaliknya, kata pala yang dulu berarti semua macam buah, sekarang hanya dipergunakan untuk semacam buah saja. Gejala itu merupakan gejala penyempitan arti. Contoh lain: sarjana (dulu kaum cendekiawan), pendeta (dulu orang berilmu).
g.     Kata Serapan dan Kata Asing
Perhatikan dengan cermat kata-kata yang digarisbawahi pada kutipan berikut:
Kontroversi pertama menyangkut persoalan apakah perlu mempergunakan unsur-unsur estetika dalam pidato-pidato. Georgias dan Leontini, yang mula-mula memperkenalkan retorika pada orang Athena (sekitar 427 SM) berpendapat bahwa perlu menggunakan upaya-upaya stilistika dalam retorika. Sebab itu gaya yang dipergunakan dalam pidato penuh dengan upaya-upaya stilistika: ia mempergunakan epitet-epitet yang penuh hiasan, antitese-antitese, terminasi (akhir kata) yang penuh ritmis dan bersanjak*)

Kata-kata yang digarisbawahi merupakan unsur-unsur serapan. Beberapa di antaranya sudah tidak kita sadari sebagai unsur serapan (pertama, soal, mula). Berhati-hatilah dalam menggunakan unsur serapan, lebih-lebih kata asing di dalam tulisan Anda. Pahami makna dan cara penulisannya secara tepat. Contoh: favorit, hobi, idiom, kultur, logis, praktis, asosiasi, dan seterusnya. Dalam hal ini biasakan  diri Anda menggunakan kamus.
h.    Makna Asosiatif
          Makna asosiatif mencangkup keseluruhan hubungan makna dengan alam di luar bahasa. Ia berhubungan dengan masyarakat pemakai bahasa, pribadi pemakai bahasa, perasaan pemakai bahasa, nilai-nilai masyarakat pemakai bahasa dan perkembangan kata itu sesuai dengan kehendak pemakai bahasa. Makna asosiatif dibedakan dalam beberapa macam seperti: makna konotatif (konotasi), makna stilistik, makna afektif, makna reflektif, makna kolokatif, dan makna interpretatif.
i.       Makna Konotatif
          Makna konotatif adalah makna denotatif yang mendapat tambahan-tambahan sikap sosial, sikap pribadi, sikap diri satu zaman dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna konseptual. Misalnya, - kata wanita secara konseptual bermakna manusia jenis kelamin wanita/betina, dewasa. Akan tetapi, mungkin ada sikap tertentu yang diberikan orang kepadanya; antara lain modern (pakai celana), rambut pendek, berani, kurang berperasaan, tidak pandai memasak. Hal ini ditambahkan sebagai lawan konotasi dari perempuan yang dicirikan, misalnya : sopan santun, emosional, kurang pandai jika dibandingkan dengan laki-laki, lebih senang tinggal di rumah, keduanya mendapat konotasi yang berbeda.
j.       Makna Stilistik dan Afektif
          Makna stilistik berhubungan dengan gaya pemilihan kata dalam karang-mengarang atau tuturan yang berhubungan dengan lingkungan masyarakat pemakai bahasa itu. Makna stilistik ada hubugannya dengan gaya bahasa dalam bidang retorik. Makna ini dapat dibedakan berdasarkan :
1.     Profesi: bahasa hukum, bahasa ilmu pengetahuan, bahasa iklan, bahasa jurnalistik.
2.     Status: bahasa sopan, bahasa percakapan, bahasa resmi, dan bahasa tidak resmi.
3.     Modalitas: bahasa kuliah, bahasa memorandum, bahasa lelucon dan bahasa yang lainnya.
4.     Pribadi: bahasa gaya Soekarno, bahasa bung Tomo, bahasa gaya Rendra dan sejenisnya.
Secara stilistik kita dapat membedakan pemakaian kelas kata :
Misalnya : - kediaman                                     : sangat resmi
               - istana                                   : resmi
               - pondok                                 : puitis
               - rumah                                   : umum, netral
Makna Afektif berhubungan dengan perasaan pembicara atau pemakaian bahasa secara pribadi baik kepada lawan bicara maupun kepada objek pembicaraannya. Makna afektif lebih terasa secara lisan, spontan daripada secara tertulis dan lebih tampak dalam kata-kata seruan.
Misalnya : - aduh, aha, amboi, mampus lu!
k.     Makna Reflektif
Makna Reflektif berhubungan dengan makna konseptual yang satu dengan makna konseptual yang lain. Dan makna reflektif ini cenderung ke arah sesuatu yang bersifat tabu, terlarang, kurang sopan, suci atau sakral. Dalam pemilihan kata yang berkenaan dengan makna reflektif ini diusahakan selain tepat juga sedapat mungkin tidak menyinggung perasaan siapa pun juga.
Misalnya: - Ia tidak beranià menjadi    “Ia tidak mempunyai keberanian”
              - Ia tidak malu      à menjadi  “Ia tidak mempunyai malu”
Dalam contoh kalimat kedua, tidak digunakan kata “kemaluan” untuk menyatakan “mempunyai malu”, karena meskipun bentuk kemaluan adalah pemberian dari kata sifat “malu”, seperti “keberanian” adalah pemberian sifat dari kata “berani” dengan imbuhan ke-an, orang tidak akan memilih bentuk kemaluan karena bentuk ini menimbulkan refleksi atau asosiasi pada alat kelamin manusia (yang berbeda sekali dari bentuk asalnya).
l.       Makna Kolokatif
Makna kolokatif lebih banyak berhubungan dengan makna dalam frasa sebuah bahasa. Misalnya :- kata cantik dan indah terbatas pada kelompok. Orang dapat mengatakan gadis itu cantik, bunga itu indah, tetapi jarang sekali dikatakan pria itu cantik, namun pria itu tampan. Hubungan makna kolokatif dalam bahasa Indonesia didasarkan pada asas kelaziman dan kebiasaan.
m.  Makna Interpretasi
Jika makna-makna yang telah disebutkan di atas hanya dilihat dari sudut pembicara dan penulis, maka makna interpretatif sebaliknya, yaitu berhubungan dengan penafsiran dan tanggapan pendengar atau pembaca.
Jika penulis A menulis atau berbicara dan B membaca atau mendengarkan, maka B akan memberikan  tafsiran dan tanggapan tentang apa yang dikatakan oleh A berdasarkan diksi A tersebut. Tafsiran dan tanggapan B haruslah cocok dan sesuai. Makna yang muncul akibat tafsiran atau tanggapan B terhadap diksi disebut makna interpretatif.

3.3.3    Kaidah Kalimat

          Kata-kata yang mempunyai konteks. Artinya, makna kata-kata dibatasi oleh kelompoknya di dalam suatu kalimat. Oleh karena itu, kerap kali kita dapat menerka makna suatu kata yang baru kita temui, yang dipergunakan di dalam kalimat.
Di dalam menulis, Anda juga harus berhati-hati memilih kata-kata yang bersinonim, sebab ada kalanya kata-kata itu mempunyai perbedaan arti yang besar jika dipergunakan dalam konteks tertentu. Pergunakanlah kata-kata sesuai sesuai dengan kelompoknya dalam kalimat. Hal ini berhubungan dengan kelaziman yang berlaku di dalam pemakaian suatu bahasa. Kata-kata cepat, laju, lekas, segera dipergunakan dalam kelompok yang berbeda. Juga kata-kata makro, besar, raya, agung.
1)    Mereka berangkat dengan kereta cepat .
2)    Apa yang dimaksud dengan laju pertambahan penduduk?
3)    Hal itu perlu segera dilaksanakan .
4)    Jangan lekas-lekas mengambil keputusan; pikirkan dahulu baik-baik!
5)    Agar efektif, mula-mula kita harus menyusun rencana makro dulu.
6)    Mereka telah mendirikan sebuah pabrik yang besar di daerah itu.
7)    Hari raya Natal tahun ini jatuh pada hari Sabtu.
8)    Jaksa Agung Abdulrahman Saleh telah memberikan penjelasan mengenai hasil Konvensi Hukum Laut Internasional.

3.3.4    Kaidah Sosial

          Kaidah sosial berhubungan erat dengan persyaratan kesesuaian pemilihan kata. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan kaidah tersebut.
          Kata-kata yang dipergunakan harus sesuai dengan kesempatan atau situasi yang akan dimasuki oleh tulisan itu. Maksudnya, dalam kesempatan apa tulisan itu disampaikan. Apakah tulisan itu untuk suatu kesempatan yang formal, seperti ceramah ilmiah, atau untuk mengabarkan keadaan kepada orang tua yang tinggal di kota lain. Di samping itu, kita juga harus memperhatikan keadaan masyarakat sasaran tulisan, meliputi: golongan/lapisannya, pendidikan, umurn, dan sebagainya. Kata-kata dalam tulisan yang akan ditujukan kepada masyarakat umum, berbeda dengan kata-kata dalam tulisan yang ditujukan kepada kelompok tertentu, seperti: guru, ilmuwan, petani yang sebagian besar buta huruf, mahasiswa, siswa SD, dan sebagainya. Agar dapat memenuhi persyaratan kesesuaian dalam memilih kata-kata, perhatikan juga nilai sosialnya.
    

3.3.4.1 Nilai-Nilai Sosial

Dalam memilih kata-kata yang akan dipergunakan, anda juga harus memperhatikan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat pembaca. Hal ini terutama berhubungan erat dengan nilai sosial kata. Perhatikan, apakah di kalangan masyarakat sasaran tulisan anda itu ada kata-kata tabu, atau kata-kata yang mempunyai konotasi lain yang mungkin akan menyinggung rasa sopan santun atau kepercayaan mereka.
Dijumpai juga bentuk-bentuk yang menunjukkan kehalusan. Dengan demikian, menunjuk pula pada situasi atau keadaan hormat dan tidak hormat/biasa/intim atau akrab, misalnya:
Halus                                                Tidak Halus
tinja, kotoran                                                               tahi
tuna susila                                                          pelacur
tuna rungu                                                          tuli
tuna aksara, niraksara                                                  buta huruf
tuna karya                                                          penganggur
tuna wisma                                                         gelandangan
sakit ingatan                                                                 gila
bodoh                                                                           pandir, dungu
pekerja                                                                         kuli, buruh

Permasalahan diksi harus diperhatikan lingkungan pemakaian kata-kata yang digunakan. Lingkungan itu dapat dibedakan berdasarkan tingkatan sosial (sosiolek) daerah geografis (dialek) tingkat formalitas (fungsiolek: baku, formal, usaha, akrab dan intim). Termasuk ke dalam hal ini adalah lingkungan pemakai (profesi pemakai; pengacara, pedagang, ilmu pengetahuan, teknologi dan sejenisnya).
Pilihan kata berdasarkan tingkatan sosial kiranya tidak akan terjadi dalam bahasa Indonesia, karena kita ingin menciptakan bahasa Indonesia yang bersifat demokratis. Lain halnya dengan bahasa Jawa, yang membedakan pilihan kata berdasarkan tingkatan sosial. Tingkatan tersebut secara garis besarnya seperti : kromo inggil, kromo, ngoko andap, ngoko. Dalam hal ini, bahasa Indonesia hanya mengenal pemilihan kata berdasarkan karakteristik sosial yang lain. Misalnya : bahasa petani, bahasa nelayan, bahasa sopir, bahasa buruh, bahasa guru, dan sebagainya.
Kita harus berhati-hati jika akan mempergunakan kata butuh apabila berada di Palembang. Demikian pula dengan kata laki di Jawa. Di Palembang kata butuh berarti alat kelamin pria, sedangkan laki dalam bahasa Jawa berarti bersetubuh, yang dalam bahasa Indonesia artinya suami. Hal ini berarti bahwa ada kata-kata tertentu yang secara geografis memiliki makna lain dengan apa yang ada dalam bahasa Indonesia.
Dalam kaidah ini perlu kiranya kia perhatikan pula pemilihan variasi atau ragam bahasa selain yang telah disebutkan di atas. Bahasa Indosesia baku atau standar adalah salah satu variasi pemakaian bahasa Indonesia yang secara umum yang diterima dan diangkat berdasarkan kesepakatan bersama menjadi bahasa Indonesia yang baku. Bahasa undang-undang, bahasa kitab suci, bahasa prasasti termasuk dalam variasi ini. Kemudian ada variasi usaha yang lazim dipakai dalam pembicaraan yang berorientasi pada hasil. Misalnya: bahasa dalam kuliah, konsultasi dan sejenisnya. Variasi atau ragam akrab lazim dipakai dalam pembicaraan atau situasi antarteman, antar anggota keluarga. Yang terakhir adalah variasi atau ragam intim yang lazim dipakai dalam lingkungan anggota keluarga, teman sejati, karib.
Misalnya:    (1) Intim: aku, daku, kau, engkau, dikau, dia.
                   (2) Formal: saya, kita, kami, saudara, anda, ibu.
          Di samping itu, dalam tingkat ketatabahasaan variasi diterima baik yang standar daripada yang tidak standar. Bentuk- bentuk tulisan karangan resmi haruslah dilakukan dalam bahasa Indonesia standar, seperti: peraturan pemerintah, undang-undang, surat-surat kedinasan, laporan resmi, pembicaraan resmi, ceramah. Kuliah dan berkala resmi pemerintah, sidang dan rapat pemerintah (pengadilan) dan karangan-karangan ilmiah.

3.3.5    Kaidah Karang Mengarang

          Kaidah ini mengacu baik kepada persyaratan ketepatan maupun kesesuaian dalam memilih kata-kata untuk suatu karangan. Dalam hal ini, perlu diperhatikan ejaan, pilihan kelompok kata/frase yang lazim, pilihan kata yang sesuai dengan keadaan pembaca, serta pilihan kata yang langsung. Kata-kata yang langsung ialah kata-kata yang singkat, misalnya ‘mujarab’, ‘untuk’, ‘yang cepat menyembuhkan’.
Perhatikan kutipan berikut!
Usaha peremajaan armada nasional itu sudah dirintis sejak beberapa tahun lalu. Namun hasilnya tampak tidak begitu menggembirakan, meskipun dana yang disalurkan ke sana sudah cukup banyak.
          Salah satu perangkat untuk peremajaan itu adalah PT PANN yang sudah beroperasi sejak tahun 1974. Kapal-kapal yang disalurkan oleh perusahaan  bentukan negara ini kepada perusahaan-perusahaan pelayaran nasional, termasuk milik negara, tampak tidak punya cukup daya saing untuk beroperasi di sini. Ada beberapa ahli yang mengatakan, disainnya kurang cocok untuk  keperluan perairan Indonesia, sementara perusahaan-perusahaan pelayaran menerima kredit kapal-kapal itu sendiri kemudian secara terbuka atau tidak, mengakui beratnya biaya yang harus mereka pikul. Seandainya mereka punya pilihan lain, mungkin bukan itu yang mereka beli. Tidaklah mengherankan kalau kemudian sebuah perusahaan pelayaran nasional yang sebelumnya diakui termasuk kuat dan paling maju, harus gulung tikar juga belum lama ini.
          Reaksi pertama yang muncul mengenai kebijaksanaan peremajaan ini berasal dari industri perkapalan nasional, yang merasa belum siap untuk menampung order  banyak dalam  waktu relatif singkat. Dalam tahun 1984 ini saja, 172 kapal tua dari armada pelayaran nusantara harus dibesituakan, diganti dengan yang baru. Tahun depan 73 kapal lagi akan menyusul. Jumlah itu belum termasuk penambahan armada yang juga harus  dilakukan dalam lima tahun mendatang ini, untuk mengejar peningkatan kebutuhan pelayanan angkutan laut. Kalau untuk menampung order peremajaan saja industri perkapalan nasional sudah kewalahan, apalagi untuk menjawab tantangan penambahan armada.
Melihat kondisi semacam itu, tentu akan timbul kecenderungan keras untuk mengimpor saja. Padahal ini bertentangan dengan kebijaksanaan penggalakan penggunaan produksi dalam negeri. Terlebih lagi, negara maritim seperti Indonesia, seharusnya memiliki industri maritim sendiri, sedikitnya untuk memenuhi kebutuhan sendiri.

          Amatilah ejaan, pilihan kata, pilihan kelompok kata, kelangsungan kata pada kutipan di atas.

3.3.5.1 Pengertian dan Jenis Definisi

          Salah satu persyaratan dalam penulisan karangan ilmiah ialah pemakaian kata-kata atau istilah-istilah secara ajek, baik mengenai bentuk maupun maknanya. Persyaratan itu timbul karena sifat bawaan bahasa yang rumit dan tidak eksak. Lebih-lebih mengenai hubungan kata dan maknanya. Satu kata mungkin dapat ditafsirkan dengan pengertian yang berbeda-beda dalam beberapa bidang ilmu.
          Untuk menjaga keajekan itu, perlu menetapkan arti kata, berarti membatasi pemakaian kata itu. Arti yang sudah ditetapkan itu disebut batasan kata atau istilah yang digunakan dalam modul ini definisi.
          Definisi merupakan pernyataan yang tepat mengenai arti suatu kata/konsep. Definisi yang baik akan menunjukan kepada kita batasan-batasan pengertian suatu kata secara tepat dan jelas.
          Sehubungan dengan definisi, perlu pula anda pahami pengertian konsep dan kata. Konsep ialah pengertian yang disimpulkan secara umum (abstraksi) dengan mengamati persamaan yang terdapat di antara sejumlah gejala. Misalnya, konsep “segitiga” adalah hasil abstraksi dari sejumlah segi tiga. Konsep tersebut mencakup ciri-ciri yang sama yaitu suatu bidang, bersisi tiga, tertutup. Pembentukan konsep itu dapat digambarkan sebagai berikut :


 
                                                                   bidang datar bersisi tiga tertutup

                                                segitiga
          Konsep diungkapkan dalam bentuk kata atau kelompok kata. Dengan demikian, membatasi pengertian suatu kata berarti membatasi konsep yang terkandung pada kata itu. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan definisi nominal, definisi formal, definisi operasional, atau definisi luas. Cara-cara tersebut akan dipelajari pada bagian berikut.

3.3.5.2 Definisi Nominal

          Definisi ini terutama digunakan di dalam kamus, baik kamus satu bahasa (seperti Kamus Umum Bahasa Indonesia), maupun di dalam kamus dwibahasa, seperti kamus (Bahasa Inggris-Indonesia), dan kamus etimologi. Dalam definisi ini suatu kata dibatasi dengan kata lain yang merupakan sinonimnya (padanannya), dengan terjemahannya, atau dengan menunjukkan asal katanya (etimologinya). Misalnya kata “otak” didefinisikan dengan kata “benak”, “road” dengan kata “jalan” dan “bhineka” dengan bentuk selesai dari akar kata “bhid” (S) + “ika”.

3.3.5.3 Definisi Formal

          Definisi formal atau definisi logis merupakan batasan ilmiah yang kerap kali digunakan di dalam karangan ilmiah. Di dalam definisi ini, suatu istilah dikeluarkan dari genus dan spesiesnya. Dengan demikian, untuk dapat membuat definisi formal, kita harus memiliki pengertian dan prinsip-prinsip klasifikasi kompleks (baca juga: Gorys Keraf, Metoda Klasifikasi dalam Eksposisi dan Deskripsi).
          Suatu definisi formal selalu terdiri dari dua ruas (bagian), yaitu bagian yang didefinisikan yang disebut definiendum, dan bagian yang mendefinisikan disebut definiens. Menurut peraturan, tempat kedua suku tersebut harus dapat dipertukarkan tanpa mengubah arti. Jika X = Y merupakan definisi formal, maka harus dapat diubah menjadi Y = X; sama saja dengan 4 + 5 = 9 dapat diubah menjadi 9 = 4 + 5.
Contoh:
          Dosen = pengajar di perguruan tinggi; dapat diubah menjadi: pengajar di perguruan tinggi = dosen.
Jelas, bahwa suatu definisi formal mempunyai bentuk persamaan, yang berarti ruas kiri sama dengan ruas kanan. Ruas itu berisi definiendum dan definiens. Perhatikan definisi berikut:
          “Dosen                                              pengajar di perguruan tinggi.”
          ----------------                   ialah            -------------------------------------
          definiendum                                      definiens

          Di dalam definisi formal, definiens terdiri dari dua bagian pula. Definiens “pengajar di perguruan tinggi” terdiri atas “pengajar” dan “di perguruan tinggi.” Pengajar merupakan kelas atasan dosen, sedang di perguruan tinggi merupakan ciri yang membedakan dosen dari guru SLTA.
          Agar diperoleh pengertian yang jelas, perlu dipahami pengertian genus dan spesies.
          Benda-benda dan gagasan-gagasan dapat dikelompokkan secara sistematik. Kalau pengelompokan ini didasarkan atas hubungan ke atas - ke bawah, maka kita akan memperoleh kelas-kelas atasan dan kelas-kelas bawahan. Kelas atasan disebut genus dan kelas bawahan adalah spesies. Kalu spesies ini mempunyai kelas bawahan lagi, dilihat dari genus tadi, kelas bawahan tersebut merupakan subspesies. Hubungan antara genus dan spesies itu relatif sifatnya. Dengan demikian, ditinjau dari kelas bawahanya suatu spesies merupakan genus, dan ditinjau dari kelas atasannya suatu genus merupakan spesies. Bagan berikut menjelaskan perubahan kedudukan suatu kelas dalam hubungannya dengan kelas lain.
Vertebrata (genus)

Aves                                        Mamalia                        (spesies)

Karnifora             Herbivora                      Omnivora    (subspesies)


Kedudukan itu akan berubah jika pengelompokan itu dimulai dari mamalia:
Mamalia (genus)

Karnifora             Herbivora            Omnivora             (subspesies) 

          Kelas yang luas sekali denotasinya sehingga tidak mungkin merupakan spesies, disebut genus tertinggi (sumum genus). Sedangkan, kelas yang sangat kecil denotasinya sehingga tidak mungkin menjadi genus, disebut spesies terendah (infima species). Jadi definisi “ikan ialah sejenis vertebrata yang hidup di air, bersisik, berdarah dingin, bernapas dengan insang, badannya seperti torpedo, dan berkembang biak dengan bertelur” dapat dijelaskan sebagai berikut:


Vertebrata

Ikan                      burung                           reptilia                           dan seterusnya 
Anda lihat, ikan termasuk genus/kelas vertebrata. Namun, yang termasuk vertebrata bukan ikan saja, bukan? Untuk membedakannya dengan burung dan reptilia, misalnya harus di tambah ciri pembedanya yaitu hidup di air, bersisik, dan seterusnya.

3.3.5.4 Definisi Operasional

          Definisi operasional menunjukkan kepada kita apa yang harus kita lakukan dan bagaimana melakukannya, apa yang akan diukur dan bagaimana mengukurnya. Definisi ini kita perlukan terutama jika kita mengadakan penelitian sehubungan dengan hal-hal yang tidak diamati atau diukur secara langsung seperti hasil belajar, kemampuan menalar, dan inteligensi.
          Misalnya, anda ingin mengetahui apakah mutu makanan mempengaruhi pertumbuhan ikan. Dalam hal ini ada dua hal yang perlu dijelaskan, yaitu “mutu makanan” dan “pertumbuhan ikan”.
Kalau ”mutu makanan” dijelaskan dengan “kualitas makanan” (definisi nominal) atau “sifat-sifat pada makanan yang menentukan apakah makanan itu baik atau tidak untuk pertumbuhan badan”, belum diperoleh gambaran yang jelas tentang apa yang akan dilakukan mengenai makanan ikan itu. Akan tetapi, kalau kata “mutu makanan” itu didefinisikan sebagai “kadar protein yang terkandung di dalam makanan”, persoalannya menjadi lebih jelas. Anda segera dapat menentukan barangkali bahwa anda akan membandingkan pengaruh dua jenis makanan, yaitu makanan dengan kadar protein 60% dan makanan dengan kadar protein 25%. Demikian juga kata “pertumbuhan ikan”, jika didefinisikan sebagai ”perkembangan ikan”, apakah sudah jelas apa yang hendak anda lakukan atau anda ukur? Belum, bukan? Tentunya berbeda jika didefinisikan sebagai “rata-rata pertambahan berat ikan selama diberi makanan”, bukan? Anda tahu apa yang akan anda lakukan. Sebelum diberi makanan, kedua kelompok ikan (yang tentu saja umur dan jumlahnya sama) ditimbang sehingga anda tahu berapa rata-rata beratnya. Kemudian setelah diberi makanan selama waktu tertentu, ditimbang lagi untuk melihat rata-rata pertambahan beratnya. Anda tahu bagaimana menghitungnya, tentu!
          Jadi jelaslah, dari definisi operasional misalnya “rata-rata pertambahan berat ikan“, Anda tahu bahwa yang diukur ialah rata-rata selisih antara berat ikan sebelu diberi makanan dan sesudah diberi makanan. Anda juga tahu bahwa untuk mengukurnya diperlukan timbangan.

3.3.5.5 Definisi Luar

          Definisi ini merupakan uraian panjang lebar; mungkin satu paragraf, satu bab, atau bahkan meliputi seluruh karangan. Definisi ini kita perlukan jika kita berhadapan dengan suatu konsep yang rumit, yang tidak mungkin dijelaskan dengan kalimat pendek. Konsep “ketahanan nasional” misalnya, tidak akan jelas jika hanya didefinisikan sebagai “kemampuan dinamik suatu bangsa yang dapat dihimpun menjadi kekuatan nasional untuk mengatasi tantangan, hambatan, dan gangguan baik yang datang dari dalam maupun dari luar”. Oleh karena itu, konsep tersebut diberi definisi luas. Dari definisi itu kita dapat mengetahui perkembangan konsep itu, unsur-unsurnya, pengembanganya di dalam semua aspek kehidupan bangsa.
Contoh-contoh
1)    Definisi Nominal
(1) Badut ialah pelawak.
(2) Kesenjangan ialah gap.
(3) Kemampuan fisik ialah kesanggupan badani.
(4) Bahasa berasal dari kata bhasa (S) yang diturunkan dari akar kata bhas.S
(5) Kelapa ialah yang di dalam bahasa latin disebut Cocos nucifera LINN.
2)    Definisi Formal
(1) Kiper adalah pemain bola yang bertugas menjaga gawang.
(2) Kueskiorkor ialah penyakit yang disebabkan oleh kekurangan protein pada anak-anak.
(3) Selat ialah laut sempit yang terletak di antara dua pulau.
(4) SPG ialah lembaga pendidikan kejuruan yang mendidik calon guru SD.
(5) Bambu ialah sejenis rumput yang batangnya berkayu.
3)    Definisi Operasional
(1) Kepadatan penduduk ialah jumlah rata-rata penduduk perkilometer persegi.
(2) Kecepatan kapal laut ialah rata-rata jumlah knot yang dapat ditempuh kapal laut dalam satu jam.
(3) Daya angkut mobil sampah ialah jumlah sampah dalam meter kubik yang dapat dimuatkan dalam bak mobil.
(4) Hasil belajar mahasiswa ialah indeks prestasi yang dicapai pada akhir smester.
(5) Kecepatan membaca ialah rata-rata jumlah kata yang dapat dibaca dalam satu menit.
4)    Definisi Luas
      Manusia selain memerlukan makanan, air dan vitamin, juga memerlukan macam-macam mineral. Apakah mineral itu? Mineral adalah unsur-unsur zat yang terdapat di dalam tanah. Zat-zat ini berwujud sebagai persenyawaan kimia yang disebut garam. Kira-kira empat persen dari tubuh manusia terdiri dari bermacam-macam mineral, yaitu kalsium, fosfor, belerang, khlor, natrium, magnesium, besi, mangan, tembaga, dan yodium. Unsur yang terbanyak adalah kalsium dan fosfor, yaitu antara 2,3 dan 3,4 persen dari berat tubuh atau antara 57 dan 85 persen dari seluruh mineral yang ada di dalam tubuh.


Tugas mineral di dalam tubuh ialah:
1.     Membangun jaringan tubuh.
2.     mengatur tekanan osmose/keseimbangan cairan di dalam tubuh.
3.     memberikan elektrolit untuk otot-otot dan syaraf.
4.     Membuat berbagai enzim
Kebutuhan manusia akan mineral dapat dipenuhi antara lain dengan makan buah-buahan dan sayur-sayuran.

3.4       Rangkuman

(1)      Pilihan kata harus memenuhi dua persyaratan: ketepatan dan kesesuaian. Tepat berarti: yang dipilih betul-betul mendukung gagasan yang ingin diungkapkan. Tafsiran pembaca tentang kata yang dipakai sama dengan maksud yang ingin diungkapkan. Jadi, kata yang dipakai tidak menimbulkan salah pengertian. Sesuai berarti: pilihan katanya cocok dengan kesempatan dan dengan keadaan pembacanya.
(2)      Agar dapat memilih kata secara tepat harus dipahami betul makna suatu kata, mengingat:
(a)          Terdapat kata-kata sinonim dan homofoni
(b)         Kata seringkali mempunyai denotasi dan konotasi. Kata-kata isitilah ilmu harus bebas dari konotasi
(c)          Ada kata-kata abstrak, umum, mempunyai hubungan luas, dan kata-kata konkret, khusus, mempunyai hubungan sempit
(d)         Ada kata populer dan kata kajian
(e)          Ada jargon, kata percakapan, dan slang
(f)           Makna kata mungkin berubah: meluas atau menyempit, bahkan berubah sama sekali
(g)          Banyak kata serapan dan kata asing.
(3)      Dalam pemakainnya, kata memiliki konteks.
(4)      Kata-kata yang bersinonim kerapkali tidak dapat saling menggantikan.
(5)      Kaidah sosial menyangkut syarat kesesuaian dalam pemulihan kata.
(6)      Agar sesuai dengan kaidah sosial, perlu diperhatikan:
q  nilai sosial yang berlaku pada masyarakat sasaran tulisan, sehubungan dengan kata-kata yang dipakai;
q  keadaan masyarakat sasaran tulisan tersebut.
(7)      Definisi ialah pernyataan yang tepat mengenai pengertian suatu kata.
(8)      Ada bermacam-macam definisi. Definisi nominal banyak dipegunakan di dalam kamus. Definisi formal diperlukan dalam penulisan karya ilmiah. Definisi operasional diperlukan dalam penulisan makalah penelitian, dan definisi luas dipergunakan untuk menjelaskan konsep yang sulit dipahami.
(9)      Suatu definisi selalu terdiri dari definiendum dan definiens.
(10) Definiens pada definisi nominal berupa padanan/sinonim definiendum. Definiens pada definisi formal terdiri atas genus/kelas definiendum serta ciri-ciri pembedanya (diferensia). Definiens pada definisi operasional menunjukkan apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Definisi luas mengemukakan uraian tentang definiendum.
    


3.5       Latihan

A. Apakah yang dimaksud dengan diksi yang sesuai dengan kaidah sintaksis dan apa sajakah penyesuaian itu? Diksi yang sesuai dengan sintaksis yaitu dimana pilihan kata yang berhubungan erat dengan masalah kaidah sintaksis bahasa, dimana  katanya mempunyai konteks, artinya kata-katanya dibatasi oleh kelompoknya didalam suatu kalimat sehingga kerap kali kita dapat menerka makna suatu kata yang baru ditemui. Untuk melakukan pilihan kata yang secsuai dengan kaidah sintaksis ada 3 hal yang harus diperhatikan, yaitu: tepat, saksama, lazim.
B. Tuliskan D kalau kata yang digarisbawahi mengandung Denotatif, KP untuk konotatif positif atau KN untuk konotatif negatif.
q  Banyak anak sekolah yang membantu orang tuanya dengan bekerja sebagai tukang semir sepatu.(D)
C.   Buatlah kelompok kata dengan kata-kata berikut, kemudian susun di dalam kalimat.
Contoh: kondisi geografis; Kondisi geografis negara merupakan salah satu faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan strategi pertahanan keamanan.
1.     forum; Didalam rapat pertimbangan kemarin menemukan jalan buntu, sehingga jalan satu-satunya diserahkan ke forum.
2.     yuridis
3.     pertentangan;
4.     rawan; Hujan yang mengguyur Desa Sukamaju dalam beberapa hari mengakibatkan jalanan menjadi licin untuk para pemakai kendaraan dan rawan terjadinnya kecelakaan
5.     peningkatan; Setelah beberapa kali dilanda kegagalan panen  akibat diserang hama werang, akhirnya para petani kali ini bisa menikmati hasil jerih payahnya, karena kali ini panen yang mereka dapatkan mngalami peningkatan yang drastis dibanding panen-panen sebelumnya.

D.   Gantilah kata-kata yang nonbaku dalam kalimat berikut dengan bentuk baku yang sesuai.
a.     Keadaan ekonomi negara itu menjadi semakin parah
b.     Keadaan orang itu belum berubah juga
c.      Nanti malam TVRI akan menyiarkan pertandingan sepak bola
 
E.    Diskusikan kata-kata peremajaan, armada, dirintis, dana, beroperasi, perangkat, bentukan, pelayaran nasional, disain, daya saing, gulung tikar, order, pelayaran nusantara, dibesituakan, kewalahan, negara maritim.
Diskusikan, berdasarkan pilihan katanya bagaimana keadaan pembacanya? 

F. Silanglah N jika definisi berikut nominal, F jika formal atau O jika operasional.
(1) Kecepatan mobil ialah rata-rata jumlah kilometer yang dapat ditempuh mobil dalam waktu satu jam (N, F, O).
(2) Motivasi belajar adalah dorongan untuk belajar (N, F, O).
(3) Zat hijau daun adalah khlorofil (N, F, O).
(4) Kemampuan berlari seorang atlet ialah waktu yang dipergunakan untuk menempuh jarak tertentu (N, F, O).
(5) Komodo ialah sejenis reptilia peninggalan masa purba yang masih hidup di pulau Komodo (N, F, O).

3.6       Daftar Pustaka

Akhadiah, M.K., Sabarti, dkk. 1984/1985. Buku Materi Pokok Bahasa Indonesia. UNT 112/2 SKS/ MODUL 1-3. Jakarta: Universitas Terbuka, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Parera, Jos Daniel. 1976. Diksi dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Tahun II Nomor 3. hlm. 2 – 17. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

About Me

Follower