Arsip Blog
Entri Populer
-
2.1 Pengantar Ejaan merupakan unsur yang penting dalam bahasa Indonesia, baik bahasa tulis maupun bahasa lisan. Ejaan...
-
3.1 Pengantar Pilihan kata sering disebut pula dengan diksi. Dalam karang-mengarang, pemilihan kata merupakan satu unsur...
-
1.1 Pengantar Materi pembelajaran Sikap Bahasa yang disajikan pada bagian pertama modul Mata Kuliah Bahasa Indonesia Um...
Kategori
- Artikel (3)
Buku Tamu
Diberdayakan oleh Blogger.
Senin, 20 Agustus 2012
3.1
Pengantar
Pilihan kata sering disebut pula
dengan diksi. Dalam karang-mengarang, pemilihan kata merupakan satu unsur
penting, demikian juga dalam bertutur sapa setiap hari. Dalam bahasa mana pun,
gagasan, pikiran/konsep diwujudkan dalam bentuk kata atau rangkaian kata-kata.
Oleh karena itu, untuk dapat menguasai suatu bahasa seseorang harus menguasai
sejumlah kata di dalam bahasa tersebut. Ini tidak berarti bahwa dengan
menguasai kata-kata di dalam suatu bahasa, seseorang telah menguasai bahasa
itu. Dalam pelaksanaannya, kata-kata itu tidak dipergunakan secara
sewenang-wenang. Ada kaidah-kaidah yang harus diikuti. Sebagai unsur bahasa,
kata-kata mengandung kelemahan, yaitu kerap kali dapat ditafsirkan dengan
berbagai cara. Oleh karena itu, Anda harus berhati-hati dalam mempergunakan
kata-kata, terutama di dalam tulisan. Jika tidak, maka mungkin terjadi
kesalahpahaman karena tafsiran pembaca berbeda dengan apa yang dimaksudkan
dengan tulisan anda tersebut.
Sehubungan
dengan hal di atas, perlu diingat bahwa penulisan yang dipelajari melalui mata
kuliah Bahasa Indonesia ini, ialah penulisan karangan formal (ilmiah). Di dalam
karangan formal, kata-kata yang dipergunakan harus formal bentuknya dan
dipergunakan secara tepat asas (konsisten), artinya dengan cara penulisan dan
makna yang tetap dan jelas.
Sehubungan
dengan syarat ketepatan itu, kerap kali seseorang harus menjelaskan makna kata
yang dipakai. Untuk menjelaskan makna suatu kata, ada beberapa cara. Pertama, dengan menunjukkan benda yang
dilambangkan kata itu. Jika seorang anak kecil bertanya kepada bapaknya, apa
arti “kuda”, tentunya bapaknya tidak akan memberikan uraian panjang lebar
mengenai kuda. Cara yang paling tepat ialah dengan menunjukkan gambar kuda atau
membawa anak itu ke kebun binatang. Tentu saja penunjukkan secara itu tidak selalu
dapat ditempuh. Bagaimana anda dapat menjelaskan makna kata-kata seperti
cerdas, ketepatan, dan sebagainya. Beberapa cara lain untuk menjelaskan makna
ialah dengan memberikan kata lain, menterjemahkan, atau memberikan definisi.
Modul
pilihan kata ini memberikan penjelasan, bagaimana memilih kata-kata untuk
tulisan Anda dan bagaimana cara memberikan konsep-konsep definisi yang akan
Anda bahas. Agar Anda dapat mempergunakan kata-kata serta membuat definisi
dengan benar dan baik, pegunakanlah kamus/ensiklopedia dan pedoman pembentukan
istilah (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1976).
Penguasaan mengenai pokok bahasan dalam modul
ini akan sangat berguna dalam menyelesaikan tugas-tugas sehubungan dengan
kalimat efektif, paragraf, dan pengembangan karangan. Oleh karena itu,
pelajarilah modul ini sungguh-sungguh.
3.2 Standar Kompetensi
Setelah
mempelajari modul ini diharapkan mahasiswa mampu memilih dan mendefinisikan
kata-kata secara tepat dalam tulisan:
1. Dapat mengetahui ragam baku dan ragam yang
tidak baku
2. Mampu memilih kata-kata dalam kalimat sesuai
dengan kaidah makna
3. Dapat memilih kata-kata dalam kalimat sesuai
dengan kaidah kalimat
4. Dapat mempergunakan kata-kata sesuai dengan
kaidah sosial
5. Dapat menggunakan kata-kata sesuai dengan
kaidah karang-mengarang.
Kaidah-kaidah
ini saling mendukung sehingga karangan atau tuturan anda berbobot dan bernilai.
3.3 Materi
3.3.1 Ragam Bahasa
Ragam
bahasa adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk menunjuk salah satu dari
sekian variasi yang terdapat dalam pemakaian bahasa. Sedangkan variasi itu
timbul karena kebutuhan penutur akan adanya alat komunikasi yang sesuai dengan
situasi dalam konteks sosialnya. Adanya berbagai variasi menunjukkan bahwa
pemakaian bahasa (tutur) itu bersifat aneka ragam (hitoregen).
Keanekaragaman
pemakaian bahasa merupakan sesuatu yang dapat menimbulkan kecenderungan ke arah
ketidaktentuan bahasa sebagai sistem. Setiap penutur seakan-akan dapat
menciptakan “sistem bahasa” menurut kemauannya. Oleh karena itu, untuk menjaga
terpeliharanya bahasa sebagai sistem yang utuh dan mantap, maka dianggap perlu
menetapkan salah satu variasi yang terdapat dalam bahasa sebagai ragam bakunya.
Dengan ragam bahasa baku diperkirakan komunikasi komunikasi dapat dilaksanakan
lebih efektif dan efisien.
Ragam baku adalah ragam yang
dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar warga masyarakat pemakainya sebagai
bahasa resmi dan sebagai kerangka rujukan norma bahasa dan penggunaannya.
Sebaliknya, ragam tidak baku adalah
ragam yang tidak dilembagakan dan ditandai oleh penyimpangan dari norma bahasa
baku.
Perhatikan
pasangan-pasangan berikut:
Baku Tidak
Baku
(1)
kaidah - kaedah
(2) ke
mana - kemana
(3)
tidak - enggak
(4)
berkata - ngomong
(5)
membuat - bikin
(6)
mengapa - kenapa, ngapain
(7) beri - kasih
(8)
boleh - bole
(9)
memikirkan - mikirin
Ragam
baku dipergunakan di dalam tulisan-tulisan formal: peraturan pemerintah,
undang-undang, surat dinas, buku teks, majalah/berkala resmi, berbagai makalah
ilmiah, dan sebagainya. Ragam inilah yang harus lebih diperhatikan, karena
ragam tulisan yang anda pelajari adalah ragam tulisan formal.
Dipandang dari kesatuan dasarnya,
bahasa Indonesia terdiri dari ragam lisan dan ragam tulisan. Kesatuan ragam
lisan adalah bunyi bahasa dan ciri-ciri prosodi, seperti tekanan dan intonasi.
Sedangkan, kesatuan dasar ragam tulis adalah huruf, tanda baca, dan lambang
lain, seperti lambang fonetik dan lambang kimia.
3.3.2 Pilihan Kata
3.3.2.1 Kaidah Sintaksis Bahasa
Pilihan kata berhubungan erat dengan masalah kaidah sintaksis bahasa, karena
kata-kata mempunyai konteks. Artinya, makna kata-kata dibatasi oleh kelompoknya
di dalam suatu kalimat sehingga kerap kali kita dapat menerka makna suatu kata
yang baru ditemui, yang dipergunakan di dalam kalimat.
Di dalam menulis, anda harus berhati-hati
memilih kata-kata yang bersinonim, sebab adakalanya kata-kata itu mempunyai
perbedaan arti yang besar jika dipergunakan dalam konteks tertentu.
Pergunakanlah kata-kata sesuai dengan kelompoknya dalam kalimat. Dengan
demikian, untuk dapat melakukan pilihan kata yang sesuai dengan kaidah
sintaksis, maka perlu diperhatikan tiga hal, yakni (a) tepat; (b) saksama; (c)
lazim.
Tepat, maksudnya adalah pemilihan dan penempatan kata harus sesuai
dengan kelompoknya dalam sintaksis. Pemilihan dan penempatan kata ini tentu
saja berhubungan dengan unsur kelaziman. Unsur ini tidak menghilangkan
kemungkinan adanya pembentukan kelompok baru atau pembentukan baru.
Saksama, maksudnya makna katanya benar dan sesuai dengan yang hendak
dikatakan. Unsur ini berhubungan pula dengan kaidah makna. Pengertian saksama
di sini lebih ditekankan pada unsur sintaksisnya. Dalam hubungan ini terpautlah
pengertian sinonim, homonim, antonim, polisemi dan hiponim.
Lazim, maksudnya bahwa dalam kaidah sintaksis ini berarti kata itu sudah
menjadi milik Bahasa Indonesia. Kelompok kata atau pengelompokan kata seperti
itu memang sudah lazim dan dibiasakan dalam Bahasa Indonesia. Misalnya: kata besar,
agung, raya, tinggi dapat dikatakan sinonim, hampir bersamaan
atau hampir sama makna mereka. Kita dapat mengatakan hari raya, hari
besar (tepat dan lazim). Akan tetapi, kita tidak dapat mengatakan hari
tinggi. Apalagi jaksa agung diganti dengan jaksa raya
( tidak saksama dan tidak lazim )
Kata makan dan santap adalah sinonim. Akan tetapi,
orang belum dapat mengatakan anjing bersantap sebagai sinonim anjing
makan. Kalimat tersebut secara sintaksis tepat, tetapi tidak saksama dan
tidak lazim dari sudut makna dan pemakaiannya.
3.3.2.2 Diksi yang Sesuai dengan Kaidah Makna
Kata
merupakan salah satu unsur dasar bahasa yang sangat penting, karena dengan
kata-kata kita berpikir, menyatakan perasaan, serta gagasan. Dengan kata-kata
orang menjalin persahabatan, dua bangsa melakukan perjanjian perdamaian dan
kerja sama. Namun, dengan kata-kata pula mungkin suatu pertengkaran bahkan
peperangan dimulai.
Memilih
kata yang tepat untuk menyampaikan gagasan, terutama melalui tulisan, merupakan
suatu pekerjaan yang cukup sulit. Bahkan seorang novelis bangsa Amerika
menganggap sebagaian bagian tersulit dalam proses penulisan.
Suatu
karangan merupakan media komunikasi antara penulis dan pembaca. Akan tetapi,
komunikasi tersebut hanya akan berlangsung dengan baik selama pembaca
mengartikan kata/rangkaian kata-kata sesuai dengan maksud penulis. Jika pembaca
mempunyai tafsiran yang berbeda dengan tafsiran penulis tentang kata atau
rangkaian kata-kata yang dipakai, komunikasi itu akan terputus. Terjadilah
salah faham, kesenjangan komunikasi, dan sebagainya yang mungkin juga pernah
kita alami. Oleh karena itu, berhati-hatilah dalam memilih kata-kata yang akan
dipergunakan di dalam tulisan.
Dalam
memilih kata-kata, ada dua persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu persyaratan ketepatan
dan kesesuaian. Tepat, artinya kata-kata yang dipilih dapat
mengungkapkan dengan tepat apa yang ingin diungkapkan. Di samping itu, ungkapan
itu juga harus dapat dipahami oleh pembaca dengan tepat; artinya, tafsiran
pembaca sesuai dengan apa yang dimaksudkan. Persyaratan kesesuaian menuntut
kecocokan antara kata-kata yang dipakai dengan kesempatan dan keadaan pembaca.
Dengan
kata lain, agar dapat memilih kata dengan tepat, pertimbangkan dengan cermat
gagasan-gagasan yang ingin dikemukakan, kepada siapa, dalam situasi bagaimana,
di mana, dengan tujuan apa, dan dalam rangka apa.
Kata
merupakan lambang obyek, pengertian atau konsep. Hubungan antara suatu kata –
sebagai lambang dengan obyek, konsep, atau makna yang didukungnya dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambaran yang ditimbulkan oleh
Kata
tersebut (referensi)
Kata benda/konsep
yang
(simbol) didukung (referen)
Dengan demikian, hubungan antara kata katak dengan maknanya dapat digambarkan
sebagai berikut:
Hewan
amfibi pemakan nyamuk
suka
meloncat
menjijikkan
|
Perlu dikemukakan bahwa referensi pada
individu-individu mungkin berbeda, sesuai dengan pengalaman dan pengetahuan
masing-masing. Kaidah makna mengacu kepada persyaratan ketepatan pemilihan kata
sebagai lambang obyek, pengertian, atau konsep.
Perbedaan makna sebuah kata dapat bertumpang
tindih. Makna dari kata Bahasa Indonesia dapat mengalami berbagai macam perubahan
dengan pengalaman, sejarah, tujuan dan perasaan pemakai bahasa yang
bersangkutan. Pada abad ke-20 ini, makna kata sudah mengarah kepada situasi
berdasarkan profesi pemakai bahasa. alaupun demikian untuk tidak membuat
kesalahan dalam diksi, kita perlu megetahui makna dasar sebuah kata. Hal ini
cukup menyulitkan juga. Pada suatu saat orang tidak dapat membedakan lagi makna
dasar dan makna yang telah mengalami perjalanan sejarah, pengalaman pribadi,
perbedaan lingkungan, perbedaan profesi, tujuan, perasaan perbedaan –perbedaan
nilai makna. Telah disepakati bahwa penentuan makna dasar sebuah kata kita
serahkan pada seorang leksikograf (penulis kamus) dan kita
percaya bahwa kamus sebagai penyimpan perekam makna dasar sebuah bahasa. Makna
dasar itu disebut denotasi. Sedangkan
makna-makna yang lain kita golongkan dalam makna asosiatif atau terkadang disebut pula konotasi.
a. Denotasi
Suatu
kata kerapkali tidak hanya mendukung satu konsep atau obyek (referen) saja,
melainkan juga menimbulkan asosiasi dengan sesuatu. Denotasi adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit. Makna wajar ini berarti sesuai dengan apa adanya, makna
yang sesuai dengan hasil observasi, hasil diukur, dibataskan, denotasi adalah
pengertian yang dikandung sebuah kata secara objektif. Sering pula makna
denotatif disebut makna konseptual. Dalam pekerjaan ilmiah atau karangan
argumentasi, deskriptif atau ekspositoris
perlu sekali dipertahankan makna-makna denotatif atau konseptual. Penilaian
emosional dan subjektif perlu dihindarkan. Misalnya:
a. Wanita dan perempuan secara konseptual sama
maknanya.
b. Gadis dan perawan secara denotatif sama
maknanya.
c. Kumpulan, rombongan, gerombolan secara
konseptual sama maknanya.
d. Istri dan bini secara konseptual sama maknanya.
Untuk
lebih jelas, perhatikan kalimat-kalimat di bawah ini:
1)
Ayahnya pekerja kantor itu
2) Ayahnya pegawai kantor
Baik kata pekerja maupun pegawai
menunjuk kepada seseorang yang bekerja untuk suatu kantor, perusahaan, dan
sebagainya. Namun, dalam pemakaiannya kata pegawai mengandung nilai lebih
terhormat daripada kata pekerja. Perhatikan pula kata mati dan gugur.
Keduanya berarti hilangnya kehidupan dari badan (organisme). Dalam hal ini,
kata gugur selalu dikaitkan dengan pahlawan atau pejuang.
Konsep dasar yang didukung oleh suatu kata
(makna konseptual, referen) disebut denotasi.
Sedangkan nilai rasa atau gambaran tambahan yang ada di samping denotasi
tersebut disebut konotasi. Nilai kata
yang diberikan oleh masyarakat bermacam-macam: tinggi, baik, sopan, lucu,
biasa, rendah, kotor, porno, sakral. Nilai suatu kata ditentukan oleh
masyarakat pemakai bahasa yang bersangkutan. Nilai itu mungkin bersifat positif
(tinggi, menyenangkan, baik, sopan, sakral) atau negatif (rendah,
menjengkelkan, kotor, porno). Kata-kata seperti karyawan, karya, manajer,
wisma, dinilai tinggi, sedangkan kata-kata seperti buruh, mampus, tampang, dan
gubuk dihubungkan dengan sesuatu yang tidak menyenangkan atau tidak baik.
Nilai kata dapat juga bersifat perseorangan.
Kata surat yang bagi kebanyakan orang tidak bernilai apa-apa (denotatif) bagi
seseorang mungkin mengandung nilai negatif. Hal ini terjadi mungkin karena
pengalaman pribadinya.
Dalam penulisan, yang perlu diperhatikan adalah
konotasi sosial. Agar dapat menyatakan gagasan dengan tepat, seseorang penulis
harus dapat memilih kata dengan konotasi yang tepat. Perlu ditekankan di sini
bahwa kata-kata istilah ilmu tidak terikat nilai (bebas nilai), konotasi
sosial. Agar dapat menyatakan gagasan
dengan tepat, seseorang penulis harus dapat memilih kata dengan konotasi
yang tepat. Perlu ditentukan di sini bahwa kata-kata istilah ilmu tidak terikat
nilai (bebas nilai). F, fonem, moneter,
H2O, sinar X, hipotesis, dan sebagainya dalam makalah ilmiah?
Makna kata yang dipilih dalam tulisan? Ini
tergantung pada tujuan dan sifat tulisan itu. Jika ingin memaparkan sesuatu
pembahasan ilmiah mengenai suatu masalah, maka karangan Anda terutama akan
menggunakan kata-kata dengan makna denotatif, tetapi jika ingin membuat suatu sanjak atau iklan, akan lebih banyak
menggunakan kata dengan makna konotatif.
b. Kata Abstrak dan Konkret
Kata-kata abstrak ialah kata-kata yang
mempunyai referen berupa konsep, sedangkan kata-kata konkret mempunyai referen
berupa obyek yang dapat dilihat, didengar, diraba, atau dirasakan. Kata-kata
abstrak lebih sulit dipahami daripada kata-kata konkret; untuk menjelaskannya,
kerapkali diperlukan definisi yang panjang (luas). Bandingkan kata-kata bunga,
pohon, kucing, dan bambu, dengan kata-kata penyesalan, ketahanan nasional,
demokrasi, dan kecerdasan.
Dalam
tulisan, sebaiknya tidak terlalu banyak menggunakan kata-kata abstrak.
Pergunakanlah kata-kata konkret sebanyak mungkin, agar tulisan menjadi lebih
jelas. Ini tidak berarti bahwa kata-kata abstrak tidak boleh digunakan.
Kata-kata tersebut masih tetap diperlukan terutama dalam membuat generalisasi.
Kadang-kadang suatu uraian dimulai dengan konsep yang abstrak, kemudian
dijelaskan dengan kata-kata yang lebih konkret.
Contoh:
Keadaan kesehatan anak-anak di desa
sangat buruk. Banyak yang menderita malaria,
radang paru-paru, cacingan, dan kueskiorkor.
c. Kata Umum dan Kata Khusus
Kata umum dibedakan dari kata khusus
berdasarkan ruang lingkungannya.
Makin
luas rung lingkup suatu kata, makin umum sifatnya. Sebaliknya, makin sempit
ruang lingkup, makin khusus sifatnya. Kata-kata abstrak biasanya merupakan kata
umum; tetapi kata umum tidak selalu abstrak. Kata konkret lebih khusus daripada
kata abstrak. Tingkat keumuman kata itu dapat digambarkan sebagai suatu
piramida terbalik.
Keadaan
Abstrak
Umum Kesehatan
Luas
Penyakit
Malaria
Konkret
Khusus Tropika
Sempit
Perhatikan
bahwa makin umum suatu kata makin banyak kemungkinan salah paham atau perbedaan
tafsiran. Sebaliknya makin khusus, makin sempit ruang lingkupnya, makin sedikit
kemungkinan terjadi salah paham. Dengan kata lain, makin khusus kata yang
dipakai, makin dekat penulis kepada ketepatan pilihan katanya. Namun demikian,
suatu kata khusus/konkret masih juga menimbulkan gambaran yang berbeda-beda
pada beberapa individu, yaitu sesuai dengan pengalaman atau pengetahuan
masing-masing sehubungan dengan kata tersebut. Keumuman/ kekhususan kata dapat
pula ditinjau dari kemungkinan hubungannya dengan kata-kata lain. Ada kata-kata
yang mempunyai hubungan luas, ada pula kata-kata yang mempunyai hubungan
sempit/terbatas, bahkan khusus (unik). Perhatikan pasangan
kata-kata berikut:
I II
1) besar -
kolosal, akbar
2) kecil -
mikro, minor
3) pemimpin -
direktur, dirijen
4) runcing -
mancung
5) bergelombang - keriting
6) kumpulan - himpunan
7) memasak - menanak
8) campuran -
ramuan
9) potong - tebang
10)
peraturan - hukum
Yang
termasuk juga ke dalam kelompok kata khusus ialah nama diri (Dedi, Nero,
Anwar), nama-nama geografi (Krakatau, Banda Aceh, Salatiga), dan nama-nama
indera (untuk peraba, halus, kasar, lembut, pengecap, manis, asam. Pedas, pendengaran,
dengung, desis, debur, debar, penciuman, harum, apak, basi, penglihatan, silau,
kemilau, pijar, kilat, kelap-kelip).
d. Kata Populer dan Kata Kajian
Kata-kata seperti besar, pindah, kecil, batu,
waktu, isi, bagian, harga dan lain-lain lebih dikenal masyarakat luas daripada
kata-kata seperti makro, populer, transfer, minor, batuan, momentum, faktor,
volume.
Kelompok
kata-kata yang pertama termasuk kata-kata populer. Kata-kata ini dipergunakan
pada berbagai kesempatan dalam komunikasi sehari-hari
di kalangan semua lapisan masyrakat. Sebagian besar
kosa kata dalam semua bahasa berupa kata-kata populer.
Kelompok
kata yang lain hanya dikenal dan dipergunakan secara terbatas, dalam
kesempatan-kesempatan tertentu. Kata-kata ini adalah kata-kata yang
dipergunakan para ilmuwan dalam makalah atau perbincangan ilmiah. Banyak di
antara kata-kata jenis ini merupakan kata-kata serapan atau kata-kata asing
(Latin, Yunani, Inggris).
Pembentukan
kata-kata kajian dalam bahasa Indonesia dewasa ini, dilakukan secara sadar oleh
suatu badan/komisi. Dalam hal ini ada beberapa ketentuan yang harus
dipedomani. Bandingkanlah pasangan
kata-kata berikut:
Populer Kajian
1) besar -
makro
2) sejajar -
paralel
3) isi -
volume
4) bagian -
suku cadang, unsur
5) air -
H2O
6) hijau daun -
klorofil
7) batasan -
definisi
8) arang -
karbon
9) sempurna -
tuntas
10) berbahaya -
rawan, kritis
11)
wajar -
natural, lugu
12)
tetap -
tepat asas, konsisten
13)
bermakna -
siknifikan
14)
tahap -
stadium
e. Jargon, Kata Percakapan, dan Slang
Dalam
tulisan yang formal, hindarilah kata-kata yang termasuk jargon. Istilah ‘jargon’ mempunyai beberapa kata-kata teknis yang
dipergunakan secara terbatas dalam bidang ilmu, profesi, atau kelompok
tertentu. Kata-kata ini kerap kali merupakan kata sandi/kode rahasia untuk
kalangan tertentu (dokter, militer, perkumpulan rahasia). Dalam percakapan
informal, kaum terpelajar biasa menggunakan kata-kata percakapan. Kelompok
kata-kata ini mencakup kata-kata populer, kata-kata kajian, dan slang yang
hanya dipakai oleh kaum terpelajar. Contoh: sikon (situasi dan kondisi), pro
dan kon (pro dan kontra), kep (kapten), dok (dokter), dan sebagainya.
Pada
waktu-waktu tertentu, banyak terdengar slang,
yaitu kata-kata nonbaku yang dibentuk secara khas sebagai cetusan keinginan
akan sesuatu yang baru. Kata-kata ini bersifat sementara: “kalau sudah
terasa usang, hilang atau menjadi kata-kata biasa” (asoy, mana tahan, bahenol,
selangit, dan sebagainya).
f. Perubahan Makna
Dalam pemilihan kata-kata, Anda juga harus
waspada karena makna kata itu kerap kali berubah atau bergeser. Perubahan ini
dapat meluas atau menyempit, kadang-kadang berubah sama sekali. Kata ibu, dahulu hanya mengandung arti
‘wanita yang melahirkan’, sekarang menjadi kata umum untuk wanita yang sudah
dewasa. Juga kata bapak, kakak, berlayar, kaisar, dan
sebagainya. Sebaliknya, kata pala
yang dulu berarti semua macam buah, sekarang hanya dipergunakan untuk semacam
buah saja. Gejala itu merupakan gejala penyempitan arti. Contoh lain: sarjana (dulu kaum cendekiawan), pendeta (dulu orang berilmu).
g. Kata Serapan dan Kata Asing
Perhatikan dengan cermat kata-kata yang
digarisbawahi pada kutipan berikut:
Kontroversi pertama
menyangkut persoalan apakah perlu mempergunakan unsur-unsur
estetika dalam pidato-pidato. Georgias dan Leontini, yang mula-mula
memperkenalkan retorika pada orang Athena (sekitar 427 SM) berpendapat
bahwa perlu menggunakan upaya-upaya stilistika dalam retorika. Sebab itu
gaya yang dipergunakan dalam pidato penuh dengan upaya-upaya stilistika:
ia mempergunakan epitet-epitet yang penuh hiasan, antitese-antitese,
terminasi (akhir kata) yang penuh ritmis dan bersanjak*)
Kata-kata yang digarisbawahi merupakan
unsur-unsur serapan. Beberapa di antaranya sudah tidak kita sadari sebagai
unsur serapan (pertama, soal, mula). Berhati-hatilah dalam menggunakan unsur
serapan, lebih-lebih kata asing di dalam tulisan Anda. Pahami makna dan cara
penulisannya secara tepat. Contoh: favorit, hobi, idiom, kultur, logis,
praktis, asosiasi, dan seterusnya. Dalam hal ini biasakan diri Anda menggunakan kamus.
h. Makna Asosiatif
Makna
asosiatif mencangkup keseluruhan hubungan makna dengan alam di luar bahasa. Ia
berhubungan dengan masyarakat pemakai bahasa, pribadi pemakai bahasa, perasaan
pemakai bahasa, nilai-nilai masyarakat pemakai bahasa dan perkembangan kata itu
sesuai dengan kehendak pemakai bahasa. Makna asosiatif dibedakan dalam beberapa
macam seperti: makna konotatif (konotasi), makna stilistik, makna afektif,
makna reflektif, makna kolokatif, dan makna interpretatif.
i. Makna Konotatif
Makna
konotatif adalah makna denotatif yang mendapat tambahan-tambahan sikap sosial,
sikap pribadi, sikap diri satu zaman dan kriteria tambahan yang dikenakan pada
sebuah makna konseptual. Misalnya, - kata wanita
secara konseptual bermakna manusia jenis kelamin wanita/betina, dewasa. Akan
tetapi, mungkin ada sikap tertentu yang diberikan orang kepadanya; antara lain
modern (pakai celana), rambut pendek, berani, kurang berperasaan, tidak pandai
memasak. Hal ini ditambahkan sebagai lawan konotasi dari perempuan yang
dicirikan, misalnya : sopan santun, emosional, kurang pandai jika dibandingkan
dengan laki-laki, lebih senang tinggal di rumah, keduanya mendapat konotasi
yang berbeda.
j. Makna Stilistik dan Afektif
Makna
stilistik berhubungan dengan gaya pemilihan kata dalam karang-mengarang atau
tuturan yang berhubungan dengan lingkungan masyarakat pemakai bahasa itu. Makna
stilistik ada hubugannya dengan gaya bahasa dalam bidang retorik. Makna ini
dapat dibedakan berdasarkan :
1.
Profesi:
bahasa hukum, bahasa ilmu pengetahuan, bahasa iklan, bahasa jurnalistik.
2.
Status:
bahasa sopan, bahasa percakapan, bahasa resmi, dan bahasa tidak resmi.
3. Modalitas: bahasa kuliah, bahasa memorandum,
bahasa lelucon dan bahasa yang lainnya.
4. Pribadi: bahasa gaya Soekarno, bahasa bung
Tomo, bahasa gaya Rendra dan sejenisnya.
Secara stilistik kita dapat membedakan
pemakaian kelas kata :
Misalnya : - kediaman : sangat resmi
- istana :
resmi
- pondok :
puitis
- rumah :
umum, netral
Makna Afektif berhubungan dengan perasaan
pembicara atau pemakaian bahasa secara pribadi baik kepada lawan bicara maupun
kepada objek pembicaraannya. Makna afektif lebih terasa secara lisan, spontan
daripada secara tertulis dan lebih tampak dalam kata-kata seruan.
Misalnya : - aduh, aha, amboi, mampus lu!
k. Makna Reflektif
Makna Reflektif berhubungan dengan
makna konseptual yang satu dengan makna konseptual yang lain. Dan makna
reflektif ini cenderung ke arah sesuatu yang bersifat tabu, terlarang, kurang
sopan, suci atau sakral. Dalam pemilihan kata yang berkenaan dengan makna
reflektif ini diusahakan selain tepat juga sedapat mungkin tidak menyinggung
perasaan siapa pun juga.
Misalnya: - Ia tidak beranià menjadi “Ia
tidak mempunyai keberanian”
-
Ia tidak malu à menjadi “Ia
tidak mempunyai malu”
Dalam contoh kalimat kedua, tidak
digunakan kata “kemaluan” untuk menyatakan “mempunyai malu”, karena meskipun
bentuk kemaluan adalah pemberian dari kata sifat “malu”, seperti “keberanian”
adalah pemberian sifat dari kata “berani” dengan imbuhan ke-an, orang tidak
akan memilih bentuk kemaluan karena bentuk ini menimbulkan refleksi atau
asosiasi pada alat kelamin manusia (yang berbeda sekali dari bentuk asalnya).
l. Makna Kolokatif
Makna kolokatif lebih banyak berhubungan dengan
makna dalam frasa sebuah bahasa. Misalnya :- kata cantik dan indah terbatas
pada kelompok. Orang dapat mengatakan gadis itu cantik, bunga itu indah, tetapi
jarang sekali dikatakan pria itu cantik, namun pria itu tampan. Hubungan makna
kolokatif dalam bahasa Indonesia didasarkan pada asas kelaziman dan kebiasaan.
m. Makna Interpretasi
Jika makna-makna yang telah disebutkan di atas
hanya dilihat dari sudut pembicara dan penulis, maka makna interpretatif
sebaliknya, yaitu berhubungan dengan penafsiran dan tanggapan pendengar atau
pembaca.
Jika penulis A menulis atau berbicara dan B
membaca atau mendengarkan, maka B akan memberikan tafsiran dan tanggapan tentang apa yang
dikatakan oleh A berdasarkan diksi A tersebut. Tafsiran dan tanggapan B
haruslah cocok dan sesuai. Makna yang muncul akibat tafsiran atau tanggapan B
terhadap diksi disebut makna interpretatif.
3.3.3 Kaidah Kalimat
Kata-kata yang mempunyai konteks.
Artinya, makna kata-kata dibatasi oleh kelompoknya di dalam suatu kalimat. Oleh
karena itu, kerap kali kita dapat menerka makna suatu kata yang baru kita
temui, yang dipergunakan di dalam kalimat.
Di dalam menulis, Anda juga harus berhati-hati
memilih kata-kata yang bersinonim, sebab ada kalanya kata-kata itu mempunyai
perbedaan arti yang besar jika dipergunakan dalam konteks tertentu.
Pergunakanlah kata-kata sesuai sesuai dengan kelompoknya dalam kalimat. Hal ini
berhubungan dengan kelaziman yang berlaku di dalam pemakaian suatu bahasa.
Kata-kata cepat, laju, lekas, segera dipergunakan dalam kelompok yang
berbeda. Juga kata-kata makro, besar, raya, agung.
1) Mereka berangkat dengan kereta cepat
.
2) Apa yang dimaksud dengan laju pertambahan
penduduk?
3) Hal itu perlu segera dilaksanakan .
4) Jangan lekas-lekas mengambil
keputusan; pikirkan dahulu baik-baik!
5) Agar efektif, mula-mula kita harus menyusun rencana
makro dulu.
6) Mereka telah mendirikan sebuah pabrik yang
besar di daerah itu.
7) Hari raya
Natal tahun ini jatuh pada hari Sabtu.
8) Jaksa Agung
Abdulrahman Saleh telah memberikan penjelasan mengenai hasil Konvensi Hukum
Laut Internasional.
3.3.4 Kaidah Sosial
Kaidah sosial berhubungan erat dengan
persyaratan kesesuaian pemilihan kata. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan
dalam menerapkan kaidah tersebut.
Kata-kata
yang dipergunakan harus sesuai dengan kesempatan atau situasi yang akan
dimasuki oleh tulisan itu. Maksudnya, dalam kesempatan apa tulisan itu disampaikan.
Apakah tulisan itu untuk suatu kesempatan yang formal, seperti ceramah ilmiah,
atau untuk mengabarkan keadaan kepada orang tua yang tinggal di kota lain. Di
samping itu, kita juga harus memperhatikan keadaan masyarakat sasaran tulisan,
meliputi: golongan/lapisannya, pendidikan, umurn, dan sebagainya. Kata-kata
dalam tulisan yang akan ditujukan kepada masyarakat umum, berbeda dengan
kata-kata dalam tulisan yang ditujukan kepada kelompok tertentu, seperti: guru,
ilmuwan, petani yang sebagian besar buta huruf, mahasiswa, siswa SD, dan
sebagainya. Agar dapat memenuhi persyaratan kesesuaian dalam memilih kata-kata,
perhatikan juga nilai sosialnya.
3.3.4.1 Nilai-Nilai Sosial
Dalam memilih kata-kata yang akan dipergunakan,
anda juga harus memperhatikan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat
pembaca. Hal ini terutama berhubungan erat dengan nilai sosial kata.
Perhatikan, apakah di kalangan masyarakat sasaran tulisan anda itu ada
kata-kata tabu, atau kata-kata yang mempunyai konotasi lain yang mungkin akan
menyinggung rasa sopan santun atau kepercayaan mereka.
Dijumpai juga bentuk-bentuk yang menunjukkan
kehalusan. Dengan demikian, menunjuk pula pada situasi atau keadaan hormat dan
tidak hormat/biasa/intim atau akrab, misalnya:
Halus Tidak
Halus
tinja,
kotoran tahi
tuna
susila pelacur
tuna
rungu tuli
tuna
aksara, niraksara buta huruf
tuna
karya penganggur
tuna
wisma gelandangan
sakit
ingatan gila
bodoh pandir, dungu
pekerja kuli, buruh
Permasalahan diksi harus diperhatikan
lingkungan pemakaian kata-kata yang digunakan. Lingkungan itu dapat dibedakan
berdasarkan tingkatan sosial (sosiolek) daerah geografis (dialek) tingkat
formalitas (fungsiolek: baku, formal, usaha, akrab dan intim). Termasuk ke
dalam hal ini adalah lingkungan pemakai (profesi pemakai; pengacara, pedagang,
ilmu pengetahuan, teknologi dan sejenisnya).
Pilihan kata berdasarkan tingkatan sosial
kiranya tidak akan terjadi dalam bahasa Indonesia, karena kita ingin
menciptakan bahasa Indonesia yang bersifat demokratis. Lain halnya dengan
bahasa Jawa, yang membedakan pilihan kata berdasarkan tingkatan sosial.
Tingkatan tersebut secara garis besarnya seperti : kromo inggil, kromo, ngoko
andap, ngoko. Dalam hal ini, bahasa Indonesia hanya mengenal pemilihan kata
berdasarkan karakteristik sosial yang lain. Misalnya : bahasa petani, bahasa
nelayan, bahasa sopir, bahasa buruh, bahasa guru, dan sebagainya.
Kita harus berhati-hati jika akan mempergunakan
kata butuh apabila berada di Palembang. Demikian pula dengan kata laki
di Jawa. Di Palembang kata butuh berarti alat kelamin pria,
sedangkan laki dalam bahasa Jawa berarti bersetubuh, yang dalam bahasa
Indonesia artinya suami. Hal ini berarti bahwa ada kata-kata tertentu yang
secara geografis memiliki makna lain dengan apa yang ada dalam bahasa
Indonesia.
Dalam kaidah ini perlu kiranya kia perhatikan
pula pemilihan variasi atau ragam bahasa selain yang telah disebutkan di atas.
Bahasa Indosesia baku atau standar adalah salah satu variasi pemakaian bahasa
Indonesia yang secara umum yang diterima dan diangkat berdasarkan kesepakatan
bersama menjadi bahasa Indonesia yang baku. Bahasa undang-undang, bahasa kitab
suci, bahasa prasasti termasuk dalam variasi ini. Kemudian ada variasi usaha
yang lazim dipakai dalam pembicaraan yang berorientasi pada hasil. Misalnya:
bahasa dalam kuliah, konsultasi dan sejenisnya. Variasi atau ragam akrab lazim
dipakai dalam pembicaraan atau situasi antarteman, antar anggota keluarga. Yang
terakhir adalah variasi atau ragam intim yang lazim dipakai dalam lingkungan
anggota keluarga, teman sejati, karib.
Misalnya: (1)
Intim: aku, daku, kau, engkau, dikau, dia.
(2)
Formal: saya, kita, kami, saudara, anda, ibu.
Di
samping itu, dalam tingkat ketatabahasaan variasi diterima baik yang standar
daripada yang tidak standar. Bentuk- bentuk tulisan karangan resmi haruslah
dilakukan dalam bahasa Indonesia standar, seperti: peraturan pemerintah,
undang-undang, surat-surat kedinasan, laporan resmi, pembicaraan resmi,
ceramah. Kuliah dan berkala resmi pemerintah, sidang dan rapat pemerintah
(pengadilan) dan karangan-karangan ilmiah.
3.3.5 Kaidah Karang Mengarang
Kaidah
ini mengacu baik kepada persyaratan ketepatan maupun kesesuaian
dalam memilih kata-kata untuk suatu karangan. Dalam hal ini, perlu diperhatikan
ejaan, pilihan kelompok kata/frase yang lazim, pilihan kata yang sesuai dengan
keadaan pembaca, serta pilihan kata yang langsung.
Kata-kata yang langsung ialah kata-kata yang singkat, misalnya ‘mujarab’,
‘untuk’, ‘yang cepat menyembuhkan’.
Perhatikan
kutipan berikut!
Usaha peremajaan armada nasional
itu sudah dirintis sejak beberapa tahun lalu. Namun hasilnya tampak tidak
begitu menggembirakan, meskipun dana yang disalurkan ke sana sudah cukup
banyak.
Salah satu perangkat untuk
peremajaan itu adalah PT PANN yang sudah beroperasi sejak tahun 1974.
Kapal-kapal yang disalurkan oleh perusahaan
bentukan negara ini kepada perusahaan-perusahaan pelayaran
nasional, termasuk milik negara, tampak tidak punya cukup daya saing
untuk beroperasi di sini. Ada beberapa ahli yang mengatakan, disainnya kurang
cocok untuk keperluan perairan
Indonesia, sementara perusahaan-perusahaan pelayaran menerima kredit
kapal-kapal itu sendiri kemudian secara terbuka atau tidak, mengakui beratnya
biaya yang harus mereka pikul. Seandainya mereka punya pilihan lain, mungkin
bukan itu yang mereka beli. Tidaklah mengherankan kalau kemudian sebuah
perusahaan pelayaran nasional yang sebelumnya diakui termasuk kuat dan paling
maju, harus gulung tikar juga belum lama ini.
Reaksi pertama yang muncul mengenai
kebijaksanaan peremajaan ini berasal dari industri perkapalan nasional, yang
merasa belum siap untuk menampung order
banyak dalam waktu relatif
singkat. Dalam tahun 1984 ini saja, 172 kapal tua dari armada pelayaran nusantara
harus dibesituakan, diganti dengan yang baru. Tahun depan 73 kapal lagi
akan menyusul. Jumlah itu belum termasuk penambahan armada yang juga harus dilakukan dalam lima tahun mendatang ini,
untuk mengejar peningkatan kebutuhan pelayanan angkutan laut. Kalau untuk
menampung order peremajaan saja industri perkapalan nasional sudah kewalahan,
apalagi untuk menjawab tantangan penambahan armada.
Melihat kondisi semacam itu, tentu akan timbul
kecenderungan keras untuk mengimpor saja. Padahal ini bertentangan dengan
kebijaksanaan penggalakan penggunaan produksi dalam negeri.
Terlebih lagi, negara maritim seperti Indonesia, seharusnya memiliki industri
maritim sendiri, sedikitnya untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
Amatilah
ejaan, pilihan kata, pilihan kelompok kata, kelangsungan kata pada kutipan di
atas.
3.3.5.1 Pengertian dan Jenis Definisi
Salah
satu persyaratan dalam penulisan karangan ilmiah ialah pemakaian kata-kata atau
istilah-istilah secara ajek, baik
mengenai bentuk maupun maknanya. Persyaratan itu timbul karena sifat bawaan
bahasa yang rumit dan tidak eksak.
Lebih-lebih mengenai hubungan kata dan maknanya. Satu kata mungkin dapat
ditafsirkan dengan pengertian yang berbeda-beda dalam beberapa bidang ilmu.
Untuk
menjaga keajekan itu, perlu
menetapkan arti kata, berarti membatasi pemakaian kata itu. Arti yang sudah
ditetapkan itu disebut batasan kata
atau istilah yang digunakan dalam modul ini
definisi.
Definisi merupakan pernyataan yang
tepat mengenai arti suatu kata/konsep. Definisi yang baik akan menunjukan
kepada kita batasan-batasan pengertian suatu kata secara tepat dan jelas.
Sehubungan
dengan definisi, perlu pula anda
pahami pengertian konsep dan kata. Konsep ialah pengertian yang disimpulkan secara umum (abstraksi)
dengan mengamati persamaan yang terdapat di antara sejumlah gejala. Misalnya,
konsep “segitiga” adalah hasil abstraksi dari sejumlah segi tiga. Konsep
tersebut mencakup ciri-ciri yang sama yaitu suatu bidang, bersisi tiga, tertutup.
Pembentukan konsep itu dapat digambarkan sebagai berikut :
bidang
datar bersisi tiga tertutup
segitiga
Konsep diungkapkan dalam bentuk kata
atau kelompok kata. Dengan demikian, membatasi pengertian suatu kata berarti
membatasi konsep yang terkandung pada kata itu. Hal ini dapat dilakukan dengan
memberikan definisi nominal, definisi formal, definisi operasional, atau
definisi luas. Cara-cara tersebut akan dipelajari pada bagian berikut.
3.3.5.2 Definisi Nominal
Definisi
ini terutama digunakan di dalam kamus, baik kamus satu bahasa (seperti Kamus Umum Bahasa Indonesia), maupun di dalam kamus dwibahasa, seperti kamus (Bahasa
Inggris-Indonesia), dan kamus etimologi. Dalam
definisi ini suatu kata dibatasi dengan
kata lain yang merupakan sinonimnya (padanannya),
dengan terjemahannya, atau dengan menunjukkan asal katanya (etimologinya). Misalnya kata “otak”
didefinisikan dengan kata “benak”, “road” dengan kata “jalan” dan “bhineka”
dengan bentuk selesai dari akar kata “bhid” (S) + “ika”.
3.3.5.3 Definisi Formal
Definisi formal atau definisi logis merupakan batasan ilmiah
yang kerap kali digunakan di dalam karangan ilmiah. Di dalam definisi ini,
suatu istilah dikeluarkan dari genus
dan spesiesnya. Dengan demikian,
untuk dapat membuat definisi formal, kita harus memiliki pengertian dan
prinsip-prinsip klasifikasi kompleks (baca juga: Gorys Keraf, Metoda Klasifikasi dalam Eksposisi
dan Deskripsi).
Suatu
definisi formal selalu terdiri dari dua
ruas (bagian), yaitu bagian yang didefinisikan yang disebut definiendum, dan bagian yang
mendefinisikan disebut definiens.
Menurut peraturan, tempat kedua suku tersebut harus dapat dipertukarkan tanpa
mengubah arti. Jika X = Y merupakan definisi formal, maka harus dapat diubah
menjadi Y = X; sama saja dengan 4 + 5 = 9 dapat diubah menjadi 9 = 4 + 5.
Contoh:
Dosen = pengajar di perguruan tinggi;
dapat diubah menjadi: pengajar di perguruan tinggi = dosen.
Jelas, bahwa suatu definisi formal mempunyai
bentuk persamaan, yang berarti ruas kiri sama dengan ruas kanan. Ruas
itu berisi definiendum dan definiens. Perhatikan definisi berikut:
“Dosen pengajar
di perguruan tinggi.”
---------------- ialah -------------------------------------
definiendum definiens
Di dalam definisi formal, definiens terdiri dari dua bagian pula.
Definiens “pengajar di perguruan tinggi” terdiri atas “pengajar” dan “di
perguruan tinggi.” Pengajar merupakan kelas atasan dosen, sedang di perguruan
tinggi merupakan ciri yang membedakan dosen dari guru SLTA.
Agar
diperoleh pengertian yang jelas, perlu dipahami pengertian genus dan spesies.
Benda-benda
dan gagasan-gagasan dapat dikelompokkan secara sistematik. Kalau pengelompokan
ini didasarkan atas hubungan ke atas - ke bawah, maka kita akan memperoleh
kelas-kelas atasan dan kelas-kelas bawahan. Kelas atasan disebut genus dan kelas bawahan adalah spesies. Kalu spesies ini mempunyai kelas bawahan lagi, dilihat dari genus tadi, kelas bawahan tersebut
merupakan subspesies. Hubungan antara
genus dan spesies itu relatif sifatnya. Dengan demikian, ditinjau dari kelas
bawahanya suatu spesies merupakan genus, dan ditinjau dari kelas atasannya
suatu genus merupakan spesies. Bagan berikut menjelaskan
perubahan kedudukan suatu kelas dalam hubungannya dengan kelas lain.
Vertebrata (genus)
Aves Mamalia (spesies)
Karnifora Herbivora Omnivora (subspesies)
Kedudukan itu akan berubah jika pengelompokan
itu dimulai dari mamalia:
Mamalia (genus)
Karnifora Herbivora Omnivora (subspesies)
Kelas
yang luas sekali denotasinya sehingga tidak mungkin merupakan spesies, disebut genus tertinggi (sumum genus).
Sedangkan, kelas yang sangat kecil denotasinya sehingga tidak mungkin menjadi genus, disebut spesies terendah (infima
species). Jadi definisi “ikan ialah sejenis vertebrata yang hidup di air,
bersisik, berdarah dingin, bernapas dengan insang, badannya seperti torpedo,
dan berkembang biak dengan bertelur” dapat dijelaskan sebagai berikut:
Vertebrata
Ikan burung reptilia dan seterusnya
Anda
lihat, ikan termasuk genus/kelas vertebrata. Namun, yang termasuk
vertebrata bukan ikan saja, bukan? Untuk membedakannya dengan burung dan
reptilia, misalnya harus di tambah ciri pembedanya yaitu hidup di air,
bersisik, dan seterusnya.
3.3.5.4 Definisi Operasional
Definisi operasional menunjukkan
kepada kita apa yang harus kita lakukan
dan bagaimana melakukannya, apa yang
akan diukur dan bagaimana mengukurnya.
Definisi ini kita perlukan terutama jika kita mengadakan penelitian sehubungan
dengan hal-hal yang tidak diamati atau diukur secara langsung seperti hasil
belajar, kemampuan menalar, dan inteligensi.
Misalnya,
anda ingin mengetahui apakah mutu makanan mempengaruhi pertumbuhan ikan. Dalam
hal ini ada dua hal yang perlu dijelaskan, yaitu “mutu makanan” dan
“pertumbuhan ikan”.
Kalau ”mutu makanan” dijelaskan dengan
“kualitas makanan” (definisi nominal) atau “sifat-sifat pada makanan yang
menentukan apakah makanan itu baik atau tidak untuk pertumbuhan badan”, belum
diperoleh gambaran yang jelas tentang apa yang akan dilakukan mengenai makanan ikan
itu. Akan tetapi, kalau kata “mutu makanan” itu didefinisikan sebagai “kadar
protein yang terkandung di dalam makanan”, persoalannya menjadi lebih jelas.
Anda segera dapat menentukan barangkali bahwa anda akan membandingkan pengaruh
dua jenis makanan, yaitu makanan dengan kadar protein 60% dan makanan dengan
kadar protein 25%. Demikian juga kata “pertumbuhan ikan”, jika didefinisikan
sebagai ”perkembangan ikan”, apakah sudah jelas apa yang hendak anda lakukan
atau anda ukur? Belum, bukan? Tentunya berbeda jika didefinisikan sebagai
“rata-rata pertambahan berat ikan selama diberi makanan”, bukan? Anda tahu apa
yang akan anda lakukan. Sebelum diberi makanan, kedua kelompok ikan (yang tentu
saja umur dan jumlahnya sama) ditimbang sehingga anda tahu berapa rata-rata
beratnya. Kemudian setelah diberi makanan selama waktu tertentu, ditimbang lagi
untuk melihat rata-rata pertambahan beratnya. Anda tahu bagaimana
menghitungnya, tentu!
Jadi
jelaslah, dari definisi operasional misalnya “rata-rata pertambahan berat
ikan“, Anda tahu bahwa yang diukur ialah rata-rata selisih antara berat ikan
sebelu diberi makanan dan sesudah diberi makanan. Anda juga tahu bahwa untuk
mengukurnya diperlukan timbangan.
3.3.5.5 Definisi Luar
Definisi ini merupakan uraian panjang lebar; mungkin satu
paragraf, satu bab, atau bahkan meliputi seluruh karangan. Definisi ini kita
perlukan jika kita berhadapan dengan suatu konsep yang rumit, yang tidak
mungkin dijelaskan dengan kalimat pendek. Konsep “ketahanan nasional” misalnya,
tidak akan jelas jika hanya didefinisikan sebagai “kemampuan dinamik suatu
bangsa yang dapat dihimpun menjadi kekuatan nasional untuk mengatasi tantangan,
hambatan, dan gangguan baik yang datang dari dalam maupun dari luar”. Oleh
karena itu, konsep tersebut diberi definisi luas. Dari definisi itu kita dapat
mengetahui perkembangan konsep itu, unsur-unsurnya, pengembanganya di dalam
semua aspek kehidupan bangsa.
Contoh-contoh
1) Definisi Nominal
(1) Badut ialah pelawak.
(2) Kesenjangan ialah gap.
(3) Kemampuan fisik ialah kesanggupan badani.
(4) Bahasa berasal dari kata bhasa (S) yang
diturunkan dari akar kata bhas.S
(5) Kelapa ialah yang di dalam bahasa latin disebut
Cocos nucifera LINN.
2) Definisi Formal
(1) Kiper adalah pemain bola yang bertugas menjaga
gawang.
(2) Kueskiorkor ialah penyakit yang disebabkan oleh
kekurangan protein pada anak-anak.
(3) Selat ialah laut sempit yang terletak di antara
dua pulau.
(4) SPG ialah lembaga pendidikan kejuruan yang
mendidik calon guru SD.
(5) Bambu ialah sejenis rumput yang batangnya
berkayu.
3) Definisi Operasional
(1) Kepadatan penduduk ialah jumlah rata-rata
penduduk perkilometer persegi.
(2) Kecepatan kapal laut ialah rata-rata jumlah
knot yang dapat ditempuh kapal laut dalam satu jam.
(3) Daya angkut mobil sampah ialah jumlah sampah
dalam meter kubik yang dapat dimuatkan dalam bak mobil.
(4) Hasil belajar mahasiswa ialah indeks prestasi
yang dicapai pada akhir smester.
(5) Kecepatan membaca ialah rata-rata jumlah kata
yang dapat dibaca dalam satu menit.
4) Definisi Luas
Manusia selain memerlukan makanan, air dan vitamin, juga memerlukan
macam-macam mineral. Apakah mineral itu? Mineral adalah unsur-unsur zat yang
terdapat di dalam tanah. Zat-zat ini berwujud sebagai persenyawaan kimia yang
disebut garam. Kira-kira empat persen dari tubuh manusia terdiri dari
bermacam-macam mineral, yaitu kalsium, fosfor, belerang, khlor, natrium,
magnesium, besi, mangan, tembaga, dan yodium. Unsur yang terbanyak adalah
kalsium dan fosfor, yaitu antara 2,3 dan 3,4 persen dari berat tubuh atau
antara 57 dan 85 persen dari seluruh mineral yang ada di dalam tubuh.
Tugas mineral di dalam tubuh ialah:
1. Membangun jaringan tubuh.
2. mengatur tekanan osmose/keseimbangan cairan di
dalam tubuh.
3. memberikan elektrolit untuk otot-otot dan
syaraf.
4. Membuat berbagai enzim
Kebutuhan manusia akan mineral dapat dipenuhi
antara lain dengan makan buah-buahan dan sayur-sayuran.
3.4 Rangkuman
(1) Pilihan kata harus memenuhi dua persyaratan: ketepatan dan kesesuaian. Tepat
berarti: yang dipilih betul-betul mendukung gagasan yang ingin diungkapkan.
Tafsiran pembaca tentang kata yang dipakai sama dengan maksud yang ingin
diungkapkan. Jadi, kata yang dipakai tidak menimbulkan salah pengertian. Sesuai berarti: pilihan katanya cocok
dengan kesempatan dan dengan keadaan pembacanya.
(2) Agar dapat memilih kata secara tepat harus
dipahami betul makna suatu kata, mengingat:
(a)
Terdapat
kata-kata sinonim dan homofoni
(b)
Kata
seringkali mempunyai denotasi dan konotasi. Kata-kata isitilah ilmu harus bebas
dari konotasi
(c)
Ada
kata-kata abstrak, umum, mempunyai hubungan luas, dan kata-kata konkret,
khusus, mempunyai hubungan sempit
(d)
Ada kata
populer dan kata kajian
(e)
Ada
jargon, kata percakapan, dan slang
(f)
Makna
kata mungkin berubah: meluas atau menyempit, bahkan berubah sama sekali
(g)
Banyak
kata serapan dan kata asing.
(3) Dalam pemakainnya, kata memiliki konteks.
(4) Kata-kata yang bersinonim kerapkali tidak dapat
saling menggantikan.
(5) Kaidah sosial menyangkut syarat kesesuaian
dalam pemulihan kata.
(6) Agar sesuai dengan kaidah sosial, perlu
diperhatikan:
q nilai sosial yang berlaku pada masyarakat
sasaran tulisan, sehubungan dengan kata-kata yang dipakai;
q keadaan masyarakat sasaran tulisan tersebut.
(7) Definisi ialah pernyataan yang tepat mengenai
pengertian suatu kata.
(8) Ada bermacam-macam definisi. Definisi nominal
banyak dipegunakan di dalam kamus. Definisi formal diperlukan dalam penulisan
karya ilmiah. Definisi operasional diperlukan dalam penulisan makalah
penelitian, dan definisi luas dipergunakan untuk menjelaskan konsep yang sulit
dipahami.
(9) Suatu definisi selalu terdiri dari definiendum dan definiens.
(10) Definiens
pada definisi nominal berupa padanan/sinonim definiendum. Definiens pada definisi formal terdiri atas genus/kelas definiendum
serta ciri-ciri pembedanya (diferensia). Definiens pada definisi operasional
menunjukkan apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Definisi
luas mengemukakan uraian tentang definiendum.
3.5 Latihan
A. Apakah yang dimaksud dengan diksi yang
sesuai dengan kaidah sintaksis dan apa sajakah penyesuaian itu? Diksi yang
sesuai dengan sintaksis yaitu dimana pilihan kata yang berhubungan erat dengan
masalah kaidah sintaksis bahasa, dimana
katanya mempunyai konteks, artinya kata-katanya dibatasi oleh
kelompoknya didalam suatu kalimat sehingga kerap kali kita dapat menerka makna
suatu kata yang baru ditemui. Untuk melakukan pilihan kata yang secsuai dengan
kaidah sintaksis ada 3 hal yang harus diperhatikan, yaitu: tepat, saksama, lazim.
B.
Tuliskan D kalau kata yang digarisbawahi mengandung Denotatif, KP untuk
konotatif positif atau KN untuk konotatif negatif.
q Banyak anak sekolah yang membantu orang tuanya
dengan bekerja sebagai tukang semir
sepatu.(D)
C. Buatlah kelompok kata dengan kata-kata berikut,
kemudian susun di dalam kalimat.
Contoh: kondisi geografis; Kondisi geografis
negara merupakan salah satu faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam
penyusunan strategi pertahanan keamanan.
1.
forum; Didalam
rapat pertimbangan kemarin menemukan jalan buntu, sehingga jalan satu-satunya
diserahkan ke forum.
2.
yuridis
3.
pertentangan;
4.
rawan; Hujan
yang mengguyur Desa Sukamaju dalam beberapa hari mengakibatkan jalanan menjadi
licin untuk para pemakai kendaraan dan rawan terjadinnya kecelakaan
5.
peningkatan;
Setelah beberapa kali dilanda kegagalan panen
akibat diserang hama werang, akhirnya para petani kali ini bisa
menikmati hasil jerih payahnya, karena kali ini panen yang mereka dapatkan
mngalami peningkatan yang drastis dibanding panen-panen sebelumnya.
D. Gantilah kata-kata yang nonbaku dalam kalimat
berikut dengan bentuk baku yang sesuai.
a. Keadaan ekonomi negara itu menjadi semakin
parah
b. Keadaan orang itu belum berubah juga
c. Nanti malam TVRI akan menyiarkan pertandingan
sepak bola
E. Diskusikan kata-kata peremajaan, armada, dirintis, dana, beroperasi, perangkat, bentukan, pelayaran nasional,
disain, daya saing, gulung tikar,
order, pelayaran nusantara, dibesituakan,
kewalahan, negara maritim.
Diskusikan, berdasarkan pilihan katanya
bagaimana keadaan pembacanya?
F. Silanglah N jika definisi berikut nominal, F
jika formal atau O jika operasional.
(1) Kecepatan mobil ialah rata-rata jumlah
kilometer yang dapat ditempuh mobil dalam waktu satu jam (N, F, O).
(2) Motivasi belajar adalah dorongan untuk belajar
(N, F, O).
(3) Zat hijau daun adalah khlorofil (N, F, O).
(4) Kemampuan berlari seorang atlet ialah waktu
yang dipergunakan untuk menempuh jarak tertentu (N, F, O).
(5) Komodo ialah sejenis reptilia peninggalan masa
purba yang masih hidup di pulau Komodo (N, F, O).
3.6 Daftar Pustaka
Akhadiah, M.K., Sabarti, dkk. 1984/1985. Buku Materi Pokok Bahasa Indonesia. UNT
112/2 SKS/ MODUL 1-3. Jakarta: Universitas Terbuka, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Parera, Jos Daniel. 1976. Diksi dalam Pengajaran Bahasa
dan Sastra. Tahun II Nomor 3. hlm. 2 – 17. Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa.
Label:
Artikel
|
1 komentar
Langganan:
Postingan (Atom)